spot_img
Categories:

Urutan Wali Nikah Dalam Islam

- Advertisement -
Kiai Muhammad Bahrul Widad (Foto: Dokumentasi)

Rubrik Lensa Fikih diasuh oleh Kiai Muhammad Bahrul Widad. Beliau adalah Katib Syuriyah PCNU Sumenep, sekaligus Pengasuh PP. Al-Bustan II, Longos, Gapura, Sumenep.


 

Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh

Nama saya Abd. Salam, Pasongsongan. Beberapa waktu yang lalu, ada kejadian di daerah saya, seorang wanita menikah yang walinya adalah pamannya (saudara kandung ayahnya). Sedangkan saat itu kakak kandungnya ada dan juga hadir waktu akad nikah. Selang 2 malam berikutnya, ada seorang tokoh yang bertanya tentang masalah siapa yang jadi wali saat akad nikah. Setelah diketahui bahwa yang menjadi wali nikah adalah pamannya tersebut, akhirnya diadakan akad nikah baru.

  1. Bagaimana status akad nikah pertama sebagaimana persoalan di atas?
  2. Bagaimana status akad yang kedua?
  3. Bagaimana pendapat para ulama’ tentang wali nikah dan urutan wali nikah?
  4. Apakah boleh mengganti wali nikah dengan wali yang lain saat wali yang terdekat ada
  5. Bagaimana bila wali yang terdekat mewakilkan kepada wali lain yang lebih jauh, lalu wali yang jadi wakil tersebut mewakilkan kembali kepada orang lain?

Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Bapak Abdus Salam yang terhormat;

Pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan salah satu dari syari’at agama yang paling tua yang dimulai oleh manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT yakni Nabi Adam AS dan Hawa, serta dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Seiring perkembangan kondisi waktu dan tempat, permasalahan seputar pernikahan pun banyak bermunculan, baik yang pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW, maupun yang tidak pernah terjadi di zaman beliau.

Salah satu dari sekian banyak permasalah yang muncul seputar pernikahan adalah tentang nikah yang fasid atau batal dan status hukum yang berkaitan dengannya.

Dinyatakan oleh Abdurrahman Al-Jaziry dalam kitabnya Al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah:

النِّكَاحُ الْفَاسِدُ هُوَ مَا اخْتَلَّ شَرْطٌ مِنْ شُرُوْطِهِ. وَالنِّكَاحُ الْبَاطِلُ هُوَ مَا اخْتَــلَّ رُكْنٌ مِنْ أَرْكَاِنهِ وَالنِّكَاحُ الْفَاسِدُ وَ الْبَاطِلُ حُكْمُهُمَا وَاحِدٌ

“Nikah fasid adalah nikah yang tidak memenuhi salah satu dari syarat-syaratnya, sedang nikah bathil adalah apabila tidak memenuhi rukunnya, hukum nikah fasid dan bathil adalah sama, yaitu tidak sah”.

Diantara sebab tidak sahnya nikah adalah yang menjadi wali tidak sesuai urutan dan mekanisme menjadi wali.

Berikut saya uraikan beberapa jawaban sesuai dengan pertanyaan saudara.

  1. Tidak Sah. Termasuk syarat sahnya nikah yang menjadi wali harus tertib sesuai urutan. Maka bila yang menjadi wali adalah wali yang urutannya lebih jauh tidak sah nikahnya kalau masih ada wali yang urutannya lebih dekat.

Kifayataul Akhyar (Juz. 2 – Hal. 52)

فَرْعٌ: هَذَا التَّرْتِيْبُ الَّذِيْ ذَكَرْنَاهُ فِي الأَوْلِيَاءِ مُعْتَبَرٌ فِي صِحَّةِ النِّكَاحِ، فَلَا يُزَوِّجُ أَحَدٌ وَ هُنَاكَ مَنْ هُوْ أَقْرَبُ مِنْهُ لِأَنَّهُ حَقٌّ مُسْتَحَقٌّ بِالتَّعْصِيْبِ فَأَشَبَهَ الإِرْثَ، فَلَوْ زَوَّجَ أَحَدٌ مِنْهُمْ عَلَى خِلَافِ التَّرْتِيْبِ الَمذْكُوْرِ لَمْ يَصِحَّ النِّكَاحُ. وَاللهُ أَعْلَمُ. (كفاية الأخيار: ٢/٥٢)
  1. Ketika diketahui dalam urutan wali keliru, maka kedua pasutri tersebut wajib di-Tafriq atau dipisah. Untuk diakad lagi sesuai urutan wali yang benar dan dilaksanakan setelah menjalani Iddah terlebih dahulu apabila telah terjadi dukhul (hubungan suami-istri).

Al-Fiqh al-Islaami (Juz. 9 – Hal. 594)

وَتَجِبُ الْعِدَّةُ أَيْضًا بِالْإِتِّفَاقِ بِالتَّفْرِيْقِ لِلْوَطْءِ بِشُبْهَةٍ، كَالْمَوْطُوْءَةِ فِي زَوَاجٍ فَاسِدٍ؛ لِأَنَّ وَطْءَ الشُّبْهَةِ وَالزَّوَاجَ الْفَاسِدَ كَالْوَطْءِ فِي الزَّوَاجِ الصَّحِيْحِ فِيْ شُغْلِ الرَّحِمِ وَلُحُوْقِ النَّسَبِ بِالْوَاطِئِ، فَكَانَ مِثْلَهُ فِيْمَا تَحْصُلُ بِهِ بَرَآءَةُ الرَّحِمِ، كَيْلَا تَخْتَلِطَ الأَنْسَابُ وَالْمِيَاهُ. وَمِثَالُ الْوَطْءِ بِشُبْهَةٍ: أَنْ تَزِفَ امْرَأَةٌ إِلَى غَيْرِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ النِّسَآءُ لِلرَّجُلِ: إِنَّهَا زَوْجَتُكَ، فَيَدْخُلُ بِهَا بِنَآءً عَلَى قَوْلِهِنَّ، ثُمَّ يَتَبَيَّنُ أَنَّهَا لَيْسَتْ زَوْجَتَهُ. (الفقه الإسلامي: 9/594)
  1. Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita. Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya. Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka. Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka. Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka.

Al-Miftah fin-Nikah: 16-17

الوَلِيُّ فِي النِّكَاحِ وَأَحَقُّ الْأَوْلِيَآءِ بِالتَّزْوِيْجِ) أَوْلَى الْلأَوِلِيَاءِ وَأَحَقُّهُمْ بِالتَّزْوِيْجِ الأَبُ ثُمَّ الْجَدُّ أَبُو الْأَبِ وَإِنْ عَلَا ثُمَّ الْأَخُ الشَّقِيْقُ ثُمَّ الْأَخُ لِأَبٍ ثُمَّ ابْنُ الْأَخِ الشَّقِيْقِ ثُمَّ ابْنُ الأَخِ لِأَبٍ وَإِنْ سَفَلَ ثُمَّ الْعَمُّ الشَّقِيْقُ ثُمَّ الْعَمُّ لِأَبٍ ثُمَّ ابْنُ الْعَمِّ الشَّقِيْقِ ثُمَّ ابْنُ الْعَمِّ لِأَبٍ وَإِنْ سَفُلَ ثُمَّ عَمُّ الْأَبِ ثُمَّ ابْنُهُ وَإِنْ سَفُلَ ثُمَّ عَمُّ الْجَدِّ ثُمَّ ابْنُهُ وَإِنْ سَفُلَ ثُمَّ عَمُّ أَبِي الْجَدِّ ثُمَّ ابْنُهُ وَإِنْ سَفُلَ وَهَكَذَا عَلَى هَذِهِ التَّرْتِيْبِ فِيْ سَائِرِ الْعَصَبَاتِ، وَيُقَدَّمُ الشَّقِيْقُ مِنْهُمْ عَلَى مَنْ كَانَ لِأَبٍ، فَإِذَا لَمْ يُوْجَدْ أَحَدٌ مِنْ عَصَبَاتِ النَّسَبِ فَالْمُعْتِقُ فَعَصَبَتُهُ ثُمَّ مُعْتِقُ الْمُعْتِقِ ثُمَّ عَصَبَتُهُ ثُمَّ الْحَاكِمُ أَوْ نَآئِبُهُ. (المفتاح في النكاح: 16-17)

 

  1. Tidak boleh sebagaimana jawaban No.1
  2. Wakil tidak boleh mewakilkan lagi kecuali atas idzin dari muwakkil.

 Al-Umm (Juz. 7- Hal. 125)

قَالَ الشَّافِعِيُّ ) رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى: وَإِذَا وَكَّلَ الرَّجُلُ الرَّجُلَ بِوَكَالَةٍ فَلَيْسَ لِلْوَكِيْلِ أَنْ يُوَكِّلَ غَيْرَهُ مَرَضَ الْوَكِيْلُ، أَوْ أَرَادَ الْغَيْبَةَ، أَوْ لَمْ يَرُدُّهَا؛ لِأَنَّ الْمُوَكَّلَ لَهُ رَضِيَ بَوَكَالَتِهِ وَلَمْ يَرْضَ بِوَكَالَةِ غَيْرِهِ فَإِنْ قَالَ وَلَهُ أَنْ يُوَكِّلَ مَنْ رَأَى كَانَ ذَلِكَ لَهُ بِرِضَا الْمُوَكِّلِ. (الأم: 7/125)

I’anatut Thalibin ‘al Halli Alfaadzi Fathil Mu’in

وَلَا) لَهُ (تَوْكِيْلٌ بِلَا إِذْنٍ) مِنَ الْمُوَكِّلِ (فِيْمَا يَتَأَتَّى مِنْهُ) لِأَنَّهُ لَمْ يَرْضَ بِغَيْرِهِ. (إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين)

 

Wallahu A’lam




Lensa Fikih terbit setiap hari Kamis. Redaksi menerima kiriman pertanyaan seputar Fikih. Baik Fikih Ibadah, Munakahah, Mu’amalah dan lain-lain. Pertanyaan bisa dikirimkan melalui email ke alamat: [email protected], atau melalui kontak WA redaksi ke nomor: 081703618172

- Advertisement -

3 KOMENTAR

  1. Ah… Saya cuma penjab rubrik… Mohon doanya. Untuk teman2… Silahkan akses juga website jejakmufassir.my.id
    Banyak kajian menarik. Dan tentunya bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan tentunya semua kajiannya berdasarkan tahriqah ahlus sunnah wal jama’ah

  2. Ah… Saya cuma penjab rubrik… Mohon doanya.

    Untuk teman2… Silahkan akses juga website jejakmufassir.my.id

    Banyak kajian menarik dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan tentunya semua kajiannya berdasarkan tahriqah ahlus sunnah wal jama’ah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!
Fahri Farghiz
Fahri Farghiz
Hanya manusia biasa yang ingin selalu belajar. Tidak ada yang istimewa.
Tetap Terhubung
16,985FansSuka
5,481PengikutMengikuti
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Rekomendasi

TerkaitBaca Juga

TrendingSepekan!

TerbaruUpdate!

Keputusan Bahtsul Masail NU Sumenep: Hukum Capit Boneka Haram

0
Mengingat bahwa permainan sebagaimana deskripsi di atas sudah memenuhi unsur perjudian (yaitu adanya faktor untung-rugi bagi salah satu pihak yang terlibat), sehingga dihukumi haram, maka apapun jenis transaksi antara konsumen dengan pemilik koin adalah haram karena ada pensyaratan judi.
Sumber gambar: Tribunnews.com

Khutbah Idul Adha Bahasa Madura: Sajhârâ Tellasan Reajâ

0
# Khutbah Pertama اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ...

Khutbah Idul Fitri Bahasa Madura: Hakekat Tellasan

0
# Khutbah I اَللهُ أَكْبَرُ (٩×) لَآ إِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا...

Doa Akhir dan Awal Tahun yang Dibaca Rasulullah

0
Sayyid Utsman Bin Yahya dalam kitab yang sama juga menuliskan doa awal tahun yang sering dibaca Rasulullah SAW.