Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Korup adalah buruk, rusak, busuk. Arti lain korup adalah suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya, dapat disogok memakai kekuasannya untuk kepentingan pribadi. Secara rasional, korupsi merusak, menyelewengkan atau menggelapkan barang atau uang milik perusahaan atau negara. Berbeda menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, korupsi adalah tindakan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Korupsi merupakan masalah besar yang merusak pembangunan nasional. Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna meraih keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara secara spesifik.
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mendefinisikan korupsi sebagai tindakan yang merugikan kepentingan umum dan masyarakat luas demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Korupsi menjadi penyebab ekonomi menjadi berbiaya tinggi, politik tidak sehat, dan kemorosotal moral bangsa yang terus-menerus menurun dalam beberapa dekade.
Hakikatnya koprupsi tidak bisa ditangkal dengan satu cara. Penanggulangan dan pencegahan korupsi dilakukan dengan pendekatan komprehensif, sistematis, dan terus-menerus. Adapun tindakan yang dapat dilakukan, antara lain:
Pertama, adanya political will dan political action dari pejabat negara dan pimpinan lembaga pemerintah pada setiap satuan kerja organisasi untuk melakukan langkah proaktif pencegahan dan pemberantasan perilaku dan tindak pidana korupsi. Tanpa kemauan kuat pemerintah untuk memberantas korupsi di segala lini pemerintahan, maka koruptor akan menguasai lambung.
Kedua, penegakan hukum secara tegas dan berat. Proses aksekusi mati bagi koruptor di Cina, Korea Selatan, dan Jepang membuat sejumlah pejabat tinggi menjadi jera untuk melakukan tindak korupsi. Contoh negara tersebut menandakan bahwa mereka tidak kenal kompromi dengan pelaku korupsi yang mulai mengakar. Tindakan itu adalah shock therapy untuk membuat tindakan korupsi berhenti.
Menurut hasil Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) tahun lalu, hukuman mati merupakan sanksi terberat apabila seorang pelaku setelah dijatuhi hukuman berdasar keputusan pengadilan tidak jera dan mengulangi perbuatannya. Artinya, masih ada alternatif hukuman lain bagi koruptor yang baru melakukan kejahatan ini satu kali. Namun, dalam hukum Islam, space keringanan bagi koruptor sesungguhnya kecil. Hanya saja, apabila dalam suatu perkara masih ada kesamaran atau keraguan, hukuman dengan cara menghilangkan nyawa seseorang tetap tak dapat dilakukan. Karena itu, dibutuhkan penyelidikan dan penelitian mendalam dari setiap perkara sebagai bentuk kehatihatian.
Sebagaimana dikutip NU Online, jika pelaku korupsi secara berulang-ulang, berarti dia telah menimbulkan kerusakan bagi umat. Sehingga perlu diambil tindakan tegas untuk menghentikannya. Dalam hal ini adalah hukuman mati. Mengenai bentuk hukuman mati yang akan dijatuhkan bagi koruptor, bisa menyangkut apa saja. Namun, hukuman mati itu tak dijatuhkan berdasarkan besaran korupsi yang dilakukan seseorang. Jadi, bukan mengukur besaran korupsinya, tapi lebih pada kuantitas koruptor melakukan praktik korupsi.
Ketiga, membangun lembaga-lembaga yang mendukung upaya pencegahan korupsi, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tim Penuntasan Tindak Pidana Korupsi (Timtastipkor) dengan tugas melakukan investigasi individu dan lemabaga. Masyarakat bisa juga membentuk lembaga yang mengemban misi tersebut, misalnya Indonesia Corruption Watch (ICW) dan lembaga sejenis.
Menurut KH Bahauddin Nursalim atau dikenal Gus Baha, KPK tidak bisa memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Sebab kedzoliman dan kebatilan itu sudah takdir Allah SWT sampai hari kiamat. Hingga akhirnya beliau melontarkan dagelan yang sifatnya edukatif, “Memberantas korupsi sebisanya. Sebab setan masih hidup dan kedzoliman berhabitat.”
Keempat, membangun mekanisme penyelenggaraan pemerintah yang menjamin terlaksananya praktik good and clean governance. Baik di sektor pemerintah, swasta, atau organisasi kemasyarakatan.
Kelima, memberikan pendidikan antikorupsi. Baik melalui pendidikan formal atau non formal. Dalam pendidikan formal, dimulai sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi diajarkan bahwa korupsi adalah bentuk lain dari kejahatan. Yang perlu digaris bawahi adalah sang guru memberi tauladan pada anak didiknya.
Keenam, gerakan agama antikorupsi. Maksudnya, gerakan yang membangun kesadaran keagamaan dan mengembangkan spiritualitas antikorupsi. Lewat mimbar pengajian, kajian kitab kuning dan sebagainya, diharapkan mampu mengurangi dan memberikan kesadaran pada pemerintah dan warga setempat.
Sumber Referensi: Civic Education; Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani