Image Slider

Jelang Konfercab 2025, PCNU Sumenep Gelar Ngaji Sanad Ke-NU-an Hadirkan Gus Nanal Ainal Fauz

Sumenep, NU Online Sumenep

Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Sumenep menggelar Ngaji Sanad Ke-NU-an bersama KH Nanal Ainal Fauz, Pengasuh Pondok Pesantren Zawiyah Huffadh dan Pondok Pesantren Mamba’us Sa’adah, Pati, Jawa Tengah yang dipusatkan di Aula Lantai II Kantor PCNU setempat, Sabtu, 08 Nopember 2025.  

Digelarnya Ngaji Sanad Ke-NU-an ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan menuju Konferensi Cabang (Konfercab) PCNU Sumenep yang akan digelar pada bulan Desember 2025. 

Kegiatan ngaji Sanad Ke-NU-an ini dihadiri oleh pengurus PCNU Sumenep dari berbagai tingkatan, Pengurus Lembaga di lingkungan PCNU Sumenep, pengurus banom NU, pengasuh pesantren, tokoh masyarakat, dan nahdliyyin di Kabupaten Sumenep.

Katib Syuriah PCNU Sumenep, KH Muhammad Bahrul Widad, dalam sambutannya mengatakan ngaji sanad adalah hal yang sangat penting karena menjaga sanad sudah dilakukan sejak muassis NU dari dulu hingga kini.

“Masalah sanad tetap dijaga, karena dengan sanad ini kita bisa menyambung dengan guru kita, gurunya guru kita, sampai muassis sampai kepada Rasulullah SAW, sehingga ada keutamaan orang yang musafahah dengan orang yang musafahah, yang orang tersebut pernah musafahah kepada Rasulullah SAW, itu fadilahnya langsung sama dengan musafahah dengan Rasulullah,” katanya.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Bustan II ini menambahkan kebanyakan warga NU tidak mengetahui terhadap sanad karena banyaknya jalur atau mungkin tidak hafal. Tapi, menurutnya sanad warga NU bersambung dengan Rasulullah SAW.

“Inyaallah kalau warga NU ditanyakan sanad keilmuannya, bukan dari google tapi dari banyak jalur, mungkin karena tidak tahu atau mungkin karena tidak hafal, tapi pasti kalau warga NU dipastikan bersambung dengan Rasulullah SAW. Semoga kami bisa menjaga sanad keilmuan, khususnya sanad dari ulama nusantara.

Sementara itu, dalam penyampaiannya, Gus Nanal mengajak agar umat Islam dan warga NU tidak terpecah belah dan menyerukan persatuan sebagaimana pesan Roisul Akbar, Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari yang selalu disampaikan ketika momentum muktamar.

“Tidak ada penyakit yang lebih membunuh atau bahaya yang sama kayak penyakit perpecahan. Larangan memutus tali silaturrahim. Jangan sampai putus silahturahim,” katanya.

Menurutnya, NU kenapa bisa bertahan sampai sekarang, karena adanya tradisi saling mengkritik (kritik ilmiah) agar sesuai dengan rel yang sesuai dengan syariah.

“Kalau tidak ada kritik ilmiah, maka orang akan seenaknya sendiri. Tradisi NU yang sampai saat ini adalah tradisi saling menasehati. Dari dulu kiai kita memiliki tradisi menasehati pemimpin. Para pemimpin butuh pada nasehat para ulama,” ungkapnya.

Dalam persoalan sanad, ia menegaskan agar sebisa mungkin harus memiliki guru. Sebab menurutnya, orang yatim adalah orang yang tidak punya guru dan sanad

“Jangan sampai ta’alluq kita kepada guru itu terputus. Guru kalau masih hidup, terbatas. Tapi kalau sudah meninggal tarbiyah guru kepada muridnya sudah fokus. Sanad dalam beramal dan berpikir sesuai dengan koridor guru guru kita. Orang yatim adalah orang yang tidak punya guru dan sanad,” pungkasnya.

ADVERTISIMENT

sosial mediaFollow!

16,985FansSuka
5,481PengikutMengikuti
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan

Rekomendasi

TerkaitBaca Juga!

TrendingViral!

TerbaruBaca Juga