Ziarah kubur merupakan tradisi yang umum dilakukan oleh masyarakat pedesaan dan perkotaan. Bahkan masyarakat ziarah ke makam para wali atau orang shalih di beberapa kota, seperti Walisongo, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan, dan lainnya. Secara umum, masyarakat nyekar tak lain untuk berdoa, dan mengenang jasa-jasanya saat masih hidup.
Dulu, Rasulullah SAW pernah melarang sahabat untuk ziarah kubur. Namun larangan tersebut diubah menjadi perbuatan yang dibolehkan, bahkan dianjurkan, tetapi dalam koridor menjaga adab dalam berziarah agar yang dilakukannya mendapat pahala.
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا
Artinya: Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, tapi (sekarang) berziarahlah kalian. (HR. Muslim)
Selain itu, menabur bunga dan menyiramkan air di atas kuburan merupakan kebiasaan masyarakat Indonesia, baik saat baru selesai ditutup liang lahat ataupun saat berziarah sebagaimana dilakukan oleh Nahdliyin. Akhir-akhir ini ada pernyataan yang viral di beberapa media bahwa perbuatan itu merupakan tradisi yang diambil dari orang-orang non Muslim.
Menyiakapi hal itu KH Faris Khoirul Anam, Wakil Ketua Aswaja NU Center Jawa Timur memberikan jawaban. Sebagaimana dilansir majalah Aula Edisi Maret 2022, menabur bunga merupakan ikhtiar agar yang hidup memberi manfaat pada almarhumin atau meringankan siksa kubur.
Nahdliyin meyakini bahwa seluruh makhluk hidup, termasuk bunga bertasbih kepada Allah. Walaupun diletakkan di kuburan, tetap bertasbih, dengan harapan memberi kemanfaatan bagi yang sudah wafat. Namun yang diletakkan, tak harus bunga, bisa pula pelepah pohon atau ranting.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِحَائِطٍ مِنْ حِيْطَانِ المَدِيْنَةِ أَوْمَكَّةَ فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِي قُبُوْرِهِمَا فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيْرٍ ثُمَّ قَالَ بَلَى كَانَ أَحَدُهُمَالَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ وَكَانَ الْآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ ثُمَّ دَعَابِجَرِيْدَةٍ فَكَسَرَهَا كِسْرَتَيْنِ فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كِسْرَةً فَقِيْلَ لَهُ يارسول الله لِمَ فَعَلْتَ هذَا قَالَ لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَالَمْ تَيْبَسَا أَوْ إِلَى يَيْبَسَا
Artinya : Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Nabi Muhammad SAW berjalan di pinggir salah satu tembok Kota Madinah atau Makkah. Beliau mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di kuburnya. Nabi Muhammad SAW kemudian bersabda, “Keduanya disiksa dan tidak disiksa karena sesuatu yang besar. Ya, salah satunya tidak menutup (aurat) saat kencing dan orang lagi berjalan mengadu domba.” Nabi lalu meminta pelepah pohon dan beliau membaginya menjadi dua. Tiap satu belahan pelepah itu beliau letakkan di kuburan kedua orang itu. Sahabat bertanya, Wahai Rasulullah, mengapa Anda melakukan hal ini?” Nabi menjawab, “Semoga diringankan siksa untuk keduanya selama kedua bagian pelepah itu masih basah.” (Shahih al-Bukhari: 209)
Jika ditarik dalam konteks Indonesia, tidak harus pelepah pelepah atau ranting kurma. Namun tumbuhan yang mudah didapatkan, misalnya pakai bunga yang diberi air dengan tujuan agar tidak mudah kering.
Bunga merupakan benda yang harum yang disukai malaikat. Sedangkan air terjun mendinginkan.
رَشُّ القَبْرِ بِمَاءٍ بَارِدٍ تَفَاؤُلًا بِبُرُودَةِ المَضْجَعِ وَلَا بَأْسَ بِقَلِيْلٍ مِنْ مَاءِ الْوَرْدِ لِأَنَّ المَلَائِكَةَ تُحِبُّ الرَّائِحةَ الطَّيِّبَةَ
Artinya : Menyiram kuburan dengan air dingin karena ingin mendapatkan dinginnya tempat. Tidak mengapa dicampur dengan sedikit air bunga karena malaikat menyukai bau harum. (Muhammad bin Umar al-Jawi, Nihayat al-Zain, Jilid 1, halaman 54)
Rasulullah juga menyiramkan air di kuburan putranya dan meletakkan ranting pohon.
عَنْ جَعْفَرِبْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيْهِ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم رَشَّ عَلَى قَبْرِ ابْنِهِ إِبْرَاهِيْمَ وَوَضَعَ عَلَيْهِ حصْبَاءِ
Artinya : Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya bahwa Nabi Muhammad SAW menyiramkan air di atas kuburan putranya, Ibrahim, dan meletakkan ranting pohon di atasnya. (HR. Al-Syafi’i)