Guluk-Guluk, NU Online Sumenep
KH Muhammad Husnan A Nafi’, Rektor Institut Sains dan Teknologi (IST) Annuqayah Guluk-Guluk menyatakan, para kiai di Jawa dan Madura, menggandrungi angkat keramat. Di dalam Islam banyak sekali angka yang dikeramatkan, sebut saja angka 5 (rukun Islam); 6 (rukun Iman) dan 9.
Hal ini disampaikan saat Seminar Nasional yang digelar oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-Guluk, Sumenep dengan tajuk ‘Refleksi Perjuangan Kiai dan Santri dalam Merawat 4 Pilar Kebangsaan’, Senin (28/03/2022) di aula Asy-Syarqawi Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk.
“Dari seluruh peristiwa yang ada di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari angka 9. Wajar sampai detik ini para kiai bersikukuh dan tidak mau bergeser dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan tidak mau mengganti Pancasila. Ini tidak ilmiah, tapi bagi kami ada unsur mistiknya,” ujar Wakil Rektor II Instika Guluk-Guluk itu.
Penyebar Islam di tanah Jawa, yakni Wali Songo, berjumlah 9 orang. Secara filosofis, angka sembilan terdiri dari Nabi Muhammad SAW, khulafaur rasyidin, dan empat imam mazhab. Dengan demikian, Wali Songo adalah penyebar ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah.
“Ini bukan kebetulan, ini desain dari Allah. Bahkan nama Indonesia, hurufnya terdiri dari 9 huruf. Pancasila dan Nusantara hurufnya sembilan. Kami kira simbol mistik tidak bisa dihilangkan,” terang Kiai Husnan.
Mantan Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Sumenep itu mengatakan, banyak gerakan trans nasional berusaha mengganti Indonesia. Namun mereka gagal. Sebab negeri ini dijaga oleh para wali dan kiai.
“Tak ada yang sukses untuk mengganti Pancasila. Jika besok ada gerakan lagi, tak mungkin bisa. Sampai kiamat Indonesia tetap Indonesia, selama kita konsisten dengan nilai-nilai dasar Pancasila,” tegasnya.
Mbah Lim salah satu guru spiritual Gus Dur, memberi nama pesantrennya Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti Klaten, Jawa Tengah. Juga pesantren di Asembagus, Situbondo, nilai-nilai Pancasila dipampang di tengah-tengah pesantren guna menjelaskan nilai-nilai itu pada santri.
“Masyaikh Annuqayah, KH M Ilyas mengarang syiir yang sangat heroik tentang kemerdekaan. KH Abdullah Sajjad menjadi panglima perang saat agresi Belanda. Mengapa para kiai tidak mau menggeser NKRI dan mendukung khilafah? Karena para sesepuhnya memperjuangkan negeri ini, mengorbankan harta benda, nyawa, darah, bahkan Kiai Sajjad wafat wafat di tangan Belanda di Kemisan Guluk-Guluk. Kini pemerintah sudah mengakui bahwa kiai dan santri memiliki kontribusi besar dalam menjaga NKRI dan Pancasila,” tandasnya.