Kota, NU Online Sumenep
Pengasuh Pondok Pesantren Zawiyah Huffadh dan Pondok Pesantren Manba’us Sa’adah, Pati, Jawa Tengah, KH Nanal Ainal Fauz, mengungkap fakta menarik bahwa sanad keilmuan para pendiri Nahdlatul Ulama (NU) ternyata memiliki keterhubungan langsung dengan para ulama besar yang pernah bermukim di Kabupaten Sumenep, Madura.
Hal itu ia sampaikan dalam kegiatan Ngaji Sanad Ke-NU-an yang digelar oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep, Sabtu (8/11/2025), di aula lantai dua kantor PCNU setempat.
Acara tersebut merupakan bagian dari rangkaian Konferensi Cabang (Konfercab) NU Sumenep 2025 yang dihadiri jajaran Syuriah dan Tanfidziyah, lembaga, Banom, serta perwakilan MWCNU dan PRNU se-Kabupaten Sumenep.
Menurut Kiai Nanal, dalam kitab Mafakhir Ahlit Tanbih fi Manaqib Habib Syaikh Bafaqih karya Ustadz Fadil, dijelaskan bahwa para pendiri NU seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahhab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, dan KHR Asnawi Kudus merupakan murid dari Syaikh Mahfudz Tremas.
Menariknya, sanad keilmuan Syaikh Mahfudz Tremas sendiri bersambung kepada Syaikh Abdul Ghani bin Shubuh al-Bimawi, dan dari beliau bersambung lagi kepada Habib Syeikh bin Ahmad Bafaqih Botoputih Surabaya, seorang ulama besar yang lebih dari dua dekade menetap di Sumenep.
“Habib Syeikh Bafaqih lama tinggal di Sumenep, 20 tahun lebih, dan bersahabat dengan Sultan Abdurrahman Pakunataningrat, raja sekaligus ulama yang membangun Masjid Jamik Sumenep. Jadi, sanad keilmuan para pendiri NU nyambung ke ulama di Sumenep,” ungkap Kiai Nanal.
Pegiat Nahdlatut Turats ini menambahkan, Sultan Abdurrahman Pakunataningrat bukan sekadar penguasa, tetapi juga seorang ulama yang menulis sejumlah karya keislaman.
“Sayangnya, belum diketahui apakah manuskrip-manuskrip itu masih tersimpan. Tapi ini menunjukkan bahwa Sumenep adalah pusat keulamaan yang penting dalam sejarah Islam Nusantara,” jelas Pengurus LTN NU PWNU Jawa Tengah itu.
Kiai Nanal juga menyebut adanya beberapa ulama Sumenep lain yang berperan dalam jaringan sanad internasional, termasuk salah satu guru Syeikh Yasin al-Fadani yang dikenal sebagai “Musnid ad-Dunya” atau pemegang sanad keilmuan terluas di dunia. Dalam kitab Al-Kawakib ad-Darari, Syeikh Yasin mencatat salah satu gurunya dari Sumenep, yaitu Habib Jakfar bin Muhammad bin Jakfar bin Muhammad al-Haddad, yang dikenal sebagai Shahib Kalianget.
“Beliau masih dzurriyah dari Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad dan disebut berasal dari Kalianget [salah satu kecamatan di Sumenep]. Ini menunjukkan bahwa jaringan ulama Madura, khususnya Sumenep, sangat luas bahkan sampai ke Haramain,” terang KH Nanal.
Lebih lanjut, Kiai Nanal juga menguraikan sanad keilmuan Hadratussyeikh Hasyim Asy’ari sebagaimana disebut dalam Kitab Bulughul al-Amani karya Syaikh Mukhtaruddin al-Falimbani, yang menghimpun daftar guru-guru Syeikh Yasin al-Fadani. Dalam daftar tersebut, KH Hasyim Asy’ari tercatat sebagai salah satu guru Syeikh Yasin, dan disebutkan pula guru-guru dari KH Hasyim Asy’ari sendiri.
“Guru-guru Mbah Hasyim antara lain Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan, kebanggaan Madura; Syaikh Mahfudz Tremas dari Pacitan; Sayyid Husein bin Muhammad al-Habsyi, Mufti Syafi’iyah di Makkah; serta Sayyid Alawi bin Ahmad Assegaf,” jelasnya.
Hubungan keilmuan itu, lanjut Kiai Nanal, menunjukkan bahwa jaringan ulama Nusantara sangat erat dan berakar kuat di tanah Nusatara, Madura, termasuk Sumenep. Bahkan disebut, Mbah Hasyim memberikan ijazah sanad kepada Syeikh Yasin al-Fadani melalui menantunya, Syeikh Abdul Muhaimin Lasem.
“Syeikh Yasin itu luar biasa. Beliau rela datang langsung ke Indonesia untuk meminta sanad dari ulama-ulama sepuh, termasuk melalui jalur Mbah Hasyim,” tutur Kiai Nanal.
Menutup tausiyahnya, Kiai Nanal mengajak kader muda NU agar meneladani semangat keilmuan para ulama terdahulu. “Sumenep itu bukan hanya punya sejarah kerajaan, tapi juga pusat ulama dan sanad ilmu. Ini yang harus kita teladani,” tegasnya.

