Image Slider

Tiga Pilar Penopang Kekuatan NU Menurut KH Nanal Ainal Fauz

Kota, NU Online Sumenep
Pengasuh Pondok Pesantren Zawiyah Huffadh dan Pondok Pesantren Manba’us Sa’adah, Pati, Jawa Tengah, KH Nanal Ainal Fauz, mengungkapkan tiga kunci utama yang membuat Nahdlatul Ulama (NU) tetap eksis hingga saat ini.

Hal itu ia sampaikan dalam kegiatan Ngaji Sanad Ke-NU-an yang digelar oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep, Sabtu (8/11/2025), di aula lantai dua kantor PCNU setempat.

Acara tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan Konferensi Cabang (Konfercab) NU Sumenep 2025, dan dihadiri jajaran Syuriah dan Tanfidziyah, lembaga, Banom, serta perwakilan MWCNU dan PRNU se-Sumenep.

Dalam pemaparannya, Kiai Nanal menegaskan bahwa NU tidak terlepas dari tiga tradisi utama yang menjadi pilar penopang kekuatan, yaitu semangat persatuan umat, tradisi kritik ilmiah, dan adab kepada guru.

“Mbah Hasyim Asy’ari selalu menyerukan persatuan dalam setiap Muktamar. Sampai-sampai beliau dawuh: tidak ada penyakit yang lebih berbahaya bagi umat selain perpecahan,” ujar Pengurus LTN NU PWNU Jawa Tengah itu.

Menurutnya, semangat persatuan yang diwariskan para pendiri NU inilah yang membuat organisasi Islam terbesar di dunia tersebut tetap solid hingga kini.

Selain itu, NU juga memiliki tradisi saling kritik secara ilmiah yang menjadi mekanisme koreksi internal dalam menjaga kemurnian ajaran. Kiai Nanal mencontohkan karya para ulama pendiri NU yang berisi kritik konstruktif, seperti kitab At-Tanbihat al-Wajibat karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, atau risalah Kiai Raden Asnawi Kudus yang membantah fatwa Sayyid Abdullah Az-Zawawi terkait manaqiban.

“Kalau tidak ada kritik ilmiah, orang bisa seenaknya saja. Tradisi ini menjaga agar NU tetap berjalan sesuai syariat,” ungkapnya.

Lebih lanjut, pegiat Nahdlatut Turats itu juga menyoroti pentingnya adab kepada guru sebagai pondasi keberkahan ilmu. Ia mencontohkan sikap KH Hasyim Asy’ari yang tetap ta’dzim kepada gurunya, meskipun telah menjadi Rais Akbar NU.

“Ketika mendapat surat kritik dari Kiai Asnawi, Mbah Hasyim langsung bergetar dan berkata, ‘Ini surat dari guru saya.’ Dari sini kita belajar bahwa sebesar apa pun kedudukan seseorang, tetap harus hormat kepada guru,” jelasnya.

Kiai Nanal kemudian menegaskan pentingnya menjaga hubungan sanad keilmuan dengan guru, bahkan setelah keluar dari pesantren.

“Guru itu bukan hanya ketika mondok. Meski sudah di masyarakat, tetap harus punya guru yang dawuhnya dipegang. Kalau tidak, akan kehilangan kontrol,” tuturnya.

Kiai Nanal berharap seluruh kader dan jamaah NU di Sumenep terus melestarikan tiga warisan utama para pendiri NU tersebut — persatuan, tradisi ilmiah, dan adab kepada guru — agar NU senantiasa menjadi penopang keutuhan umat dan bangsa.

ADVERTISIMENT

sosial mediaFollow!

16,985FansSuka
5,481PengikutMengikuti
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan

Rekomendasi

TerkaitBaca Juga!

TrendingViral!

TerbaruBaca Juga