spot_img
Categories:

Menilik Tradisi Keilmuan Pesantren

- Advertisement -

Oleh: Lukmanul Hakim

Memaparkan pengertian tentang pesantren dalam kerangka yang menyeluruh dan lengkap, amatlah tidak mudah, apalagi pada zaman sekarang ini. Di samping karena faktor dinamika perubahan sosial yang sangat cepat yang berlangsung dewasa ini, pesantren sendiri merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam yang unik.

Pengamatan terhadap pesantren secara tidak tajam dan kurang mendalam seringkali berujung pada kesimpulan yang kurang tepat. Pesantren selalu atau seringkali menampakkan wajahnya yang tidak mudah ditebak arah gerakannya, tetapi selalu ingin memberikan kesan yang baik.

- Advertisement -

Definsi pesantren paling umum dan paling sederhana bisa diartikan sebagai tempat belajar ilmu-ilmu agama Islam. KH Abdurrahman Wahid atau yang biasa disebut Gus Dur memperkenalkan pesantren sebagai a place where santri (student) live. Senada dengan ini, H Abdurrahman Mas’ud selaku Guru Besar Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang mengemukakan definisi pesantren dengan sedikit perluasan, yaitu the word pesantren stems from santri which means one who Islamic knowledge. Usually the word pesantren refers to place where the santri devotes most of his or her time to live in and acquire knowledge.’

Definisi di atas sesungguhnya juga masih sederhana dan belum cukup memadai untuk memahami pesantren dalam arti yang sebenarnya. Terdapat beberapa unsur penting dan substansif yang harus disebutkan sehingga sebuah lembaga pendidikan Islam dapat disebut pesantren.

Pesantren tidak luput dari keunikannya, hal yang terpenting dalam pesantren adalah tradisi keilmuannya. Pesantren dikenal luas sebagai lembaga pendidikan Islam yang sangat kuat melakukan pemeliharaan terhadap literatur-literatur keislaman klasik. Istilah klasik merujuk pada periode sejarah Islam Abad Pertengahan terutama pada sekitar abad 13 sampai abad 19 M.

Masyarakat pesantren menyebut literatur klasik tersebut dengan istilah kitab kuning. Jargon yang sering dikemukakan adalah Al-Muhafazhah ‘ala Qadim Al-Shalih wa Al-Khdzu bi Al-Jadid Al-Ashlah, memelihara tradisi yang baik dan mengambil cara baru yang lebih baik. Semua literatur kitab kuning ini ditulis dalam bahasa Arab kuno tanpa tanda baca serta pada umumnya merupakan produk abad Pertengahan Islam dan ditulis pada kertas koran berwarna kecoklatan atau sedikit kuning. Kitab kuning juga pada umumnya tidak dijilid secara rapi atau terlepas-lepas.

Dalam kurun waktu yang panjang, masyarakat pesantren telah mengonsumsi kitab kuning sebagai pedoman dan tuntutan berpikir dan bertingkah laku. Kitab kuning telah menjadi bagian yang menyertai perjalanan dan kultur dalam pesantren. Menurut masyarakat pesantren, kitab kuning merupakan formulasi final dari ajaran Islam dengan dua sumber utama, yaitu Al-Qur’an dan Hadits.

Kitab-kitab ini ditulis oleh para ilmuwan Islam yang biasa disebut dengan Ulama dengan kualifikasi ganda yaitu keilmuan ketuhanan yang tinggi dan moralitas pribadi yang luhur. Kitab kuning juga ditulis dengan pena atau jari-jari yang memantulkan cahaya ketuhanan. Para penulis kitab tersebut sering kali dipandang seperti tokoh legendaris dan penuh kharisma.

- Advertisement -

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika kitab kuning tersebut kemudian dianggap memiliki tingkat sakralitas yang tinggi seakan minor cacat. Sebagian orang menyebutnya sakralisasi teks-teks Islam sekaligus sakralisasi tokoh agama. Kitab-kitab ini pada gilirannya memberikan pengaruh yang sangat besar bagi cara pandang, kepribadian para santri dan sikap hidup mereka sehari-hari.

Kitab-kitab klasik yang menjadi kajian utama di pesantren meliputi banyak bidang keilmuan Islam. Beberapa di antaranya adalah Tajwid (tata cara membaca Al-Qur’an), Tafsir, Hadits, Tauhid, (teologi), Fiqih (hukum Islam), Ushul Fiqih (teori Fiqih atau hukum Islam), Nahwu-Sharraf (gramatika bahasa Arab), Balaghah (sastra Arab), sejarah Islam, Akhlaq (etika Islam), Tasawuf (mistisisme), serta Manthiq (logika).

Namun, dari sejumlah ilmu Islam yang dipelajari di pesantren, hukum Islam menjadi ilmu yang paling dominan dipelajari di pesantren disusul kemudian akhlak-tasawuf (etika-mistisme). Kenyataan ini juga dikemukakan dalam banyak penelitian para peneliti luar. Martin Van Bruinessen, peneliti Islam dan pesantren yang terkenal dari Belanda, misalnya, menyatakan bahwa inti pendidikan di pesantren sebenarnya terdiri dari karya-karya Fiqih.

Fiqih yang boleh dikatakan, membentuk tradisi dan kebudayaan masyarakat pesantren. Popularitas dan dominan Fiqih ini dapat dimengerti karena Fiqih adalah ajaran-ajaran praktis yang mudah diamalkan. Fiqih dalam pengertian umum adalah pengetahuan tentang hukum-hukum Islam yang diproduksi berdasarkan ijtihad (penelitian serius) para ahli yang disebut Mujtahid terhadap dua sumber utama Islam, yakni Al-Qur’an dan Hadits. Akan tetapi Fiqih yang dipelajari di pesantren pada umumnya adalah Fiqih yang telah diwarnai oleh pemikiran-pemikiran sufisme.

Dalam analisisnya terhadap tradisi keilmuan pesantren, KH Abdurrahman Wahid mengemukakan bahwa pada awalnya, tradisi keilmuan yang masuk di pesantren adalah melalui jalur Persia dan anak Benua India yang berorientasi kuat pada tasawuf (mistisme). Kitab-kitab tasawuf menjadi mata pelajaran utama di sana.

- Advertisement -

Dalam perkembangan yang cukup panjang, sejak abad ke-13 sampai ke abad 19, manifestasi keilmuan ini lalu bercampur dengan pandangan-pandangan tradisi dan mistik Jawa atau penduduk setempat. Perubahan orientasi pesantren kemudian terjadi pada abad ke-19, yaitu ketika terbuka kesempatan bagi pemuda-pemuda Islam untuk belajar di Timur Tengah, terutama di Makkah.

Mereka yang kemudian menjadi ulama-ulama besar, seperti Syekh Nawawi al-Bantani dari Banten, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dari Banjarmasin Kalimantan Selatan, dan Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari dari Tebuireng Jombang membawakan orientasi baru yang lebih bercorak yang berkembang dan mendapat pengaruh sufisme yang sangat kuat. Sampai hari ini corak keilmuan Fiqih sufistik ini menjadi mainstream hampir seluruh pondok pesantren.

*) Mahasiswa Prodi PAI Program Pascasarjana Instika Guluk-Guluk, Kepala Perpustakaan Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Guluk-Guluk, Dewan Redaksi Jurnal Pentas Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Guluk-Guluk, Pengurus Pimpinan Ranting (PR) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Lembung Barat, dan Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Lubangsa Guluk-Guluk Tahun 2014-2021.


Editor : Firdausi

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!
Tetap Terhubung
16,985FansSuka
5,481PengikutMengikuti
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Rekomendasi

TerkaitBaca Juga

TrendingSepekan!

TerbaruUpdate!

Urutan Wali Nikah Dalam Islam

4
Rubrik Lensa Fikih diasuh oleh Kiai Muhammad Bahrul Widad. Beliau adalah Katib Syuriyah PCNU Sumenep, sekaligus Pengasuh PP. Al-Bustan II, Longos, Gapura, Sumenep.   Assalamualaikum warahmatullahi...

Keputusan Bahtsul Masail NU Sumenep: Hukum Capit Boneka Haram

0
Mengingat bahwa permainan sebagaimana deskripsi di atas sudah memenuhi unsur perjudian (yaitu adanya faktor untung-rugi bagi salah satu pihak yang terlibat), sehingga dihukumi haram, maka apapun jenis transaksi antara konsumen dengan pemilik koin adalah haram karena ada pensyaratan judi.
Sumber gambar: Tribunnews.com

Khutbah Idul Adha Bahasa Madura: Sajhârâ Tellasan Reajâ

0
# Khutbah Pertama اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ...

Khutbah Idul Fitri Bahasa Madura: Hakekat Tellasan

0
# Khutbah I اَللهُ أَكْبَرُ (٩×) لَآ إِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا...