spot_img
Categories:

Menyelisik Sejarah dan Makna Idul Adha

- Advertisement -

Oleh: Lukmanul Hakim

Idul Adha pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah juga dikenal dengan sebutan “Hari Raya Haji”, di mana kaum muslimin yang menunaikan haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang disebut pakaian ihram, mereka menerapkan persamaan akidah dan pandangan hidup, memiliki tatanan nilai persamaan dalam segala bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya terasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.

Selain hari raya Idul Adha, juga disebut “Idul Qurban”, karena pada hari itu Allah SWT memberi kesempatan kepada umat muslim untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Bagi umat muslim yang belum mampu mengerjakan perjalanan haji, maka ia diberi kesempatan untuk berkurban, yaitu dengan menyembelih hewan kurban sebagai simbol ketaqwaan dan kecintaan kita kepada Allah SWT.

- Advertisement -

Jika menengok sisi sejarah dari peristiwa Idul Adha ini, maka tidak lepas dari kisah teladan Nabi Ibrahim as dan istrinya Siti Hajar yang saat itu menyusui anaknya Nabi Ismail as. Siti Hajar ditempatkan di suatu lembah tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun.

Nabi Ibrahim as sendiri tidak tahu maksud dari wahyu Allah SWT yang menempatkan istri dan anaknya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat, di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya Palestina. Nabi Ibrahim, maupun istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal. Karena pentingnya peristiwa tersebut. Allah SWT mengabadikannya dalam Al-Qur’an:

رَبَّنَاۤ اِنِّيْۤ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ ۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوْا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْۤ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ

Artinya: “Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan sholat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim 14: Ayat 37).

Seperti yang diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak biasa menyusui Nabi Ismail, ia mencari air kian kemari lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba Allah SWT mengutus malaikat Jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail pun memperoleh sumber kehidupan.

Lembah yang dulunya gersang itu, mempunyai persediaan udara yang melimpah-limpah. Datanglah manusia dari berbagai pelosok terutama para pedagang ke tempat Siti Hajar dan Nabi Ismail. Datang rezeki dari berbagai penjuru, dan makmurlah tempat sekitarnya. Akhirnya lembah itu terkenal dengan kota Makkah, sebuah kota yang aman dan makmur berkat doa Nabi Ibrahim AS dan berkat seorang ibu dalam mengelola kota dan masyarakat. Kota Makkah yang diabadikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad dalam Al-Qur’an:

- Advertisement -

وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّارْزُقْ اَهْلَهٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنْ اٰمَنَ مِنْهُمْ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ۗ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَاُمَتِّعُهٗ قَلِيْلًا ثُمَّ اَضْطَرُّهٗۤ اِلٰى عَذَابِ النَّارِ ۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ‏

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Mekah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, Dia (Allah) berfirman, Dan kepada orang yang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 126).

Dari ayat tersebut, dapat diperoleh bukti yang jelas bahwa kota Makkah hingga saat ini memiliki kemakmuran yang melimpah. Jamaah haji dari seluruh penjuru dunia, memperoleh fasilitas yang cukup, selama melakukan ibadah haji maupun umrah.

Hal itu membuktikan tingkat kemakmuran modern, dalam tata pemerintahan, ekonomi, serta keamanan hukum sebagai faktor utama kemakmuran rakyat yang mengagumkan. Semua itu menjadi dalil, bahwa doa Nabi Ibrahim as dikabulkan Allah SWT. Semua kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh orang Islam saja. Orang-orang yang tidak beragama Islam pun ikut menikmati. Allah SWT berfirman:

وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّارْزُقْ اَهْلَهٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنْ اٰمَنَ مِنْهُمْ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ۗ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَاُمَتِّعُهٗ قَلِيْلًا ثُمَّ اَضْطَرُّهٗۤ اِلٰى عَذَابِ النَّارِ ۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ‏

- Advertisement -

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Mekah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, Dia (Allah) berfirman, Dan kepada orang yang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 126).

Idul Adha disebut juga “Idul Nahr” artinya hari raya penyembelihan. Hal ini untuk menguji coba yang menimpa Nabi Ibrahim as. Hal ini dilatar belakangi atas kesabaran dan ketabahan Nabi Ibrahim dalam menghadapi ujian dan cobaan, sehingga Allah SWT memberikan anugerah dan kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah).

Setelah gelar Al-Khalil disandangnya, malaikat bertanya kepada Allah, “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah SWT berfirman, “Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hati dan amal baktinya!”

Sebagai realisasi dari firman-Nya ini, Allah SWT mengizinkan para malaikat menguji kepastian serta ketaqwaan Nabi Ibrahim as. Ternyata, kekayaan dan keluarganya tidak membuat lalai dalam taatnya kepada Allah SWT.

Dalam kitab Misykatul Anwar disebutkan bahwa, konon Nabi Ibrahim as memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner.

Suatu hari, Nabi Ibrahim AS ditanya oleh seseorang “Milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawab, “Kepunyaan Allah SWT, tapi kini masih milikku. Kapan-waktu bila Allah SWT menghendaki, aku menyerahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah SWT meminta anak kesayanganku Ismail, pasti akan aku serahkan juga.”

Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘Adzim mengemukakan bahwa Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan anaknya yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah SWT menguji iman dan taqwa Nabi Ibrahim melaluinya yang Haq, agar mengorbankan anaknya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sangat mengerikan! Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur’an:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْۤ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْۤ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰى ۗ قَالَ يٰۤاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِيْۤ اِنْ شَآءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

Artinya: “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu! Dia (Ismail) menjawab, Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS. As-Saffat 37: Ayat 102).

Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah SWT, datanglah setan sambil berkata. “Ibrahim, kamu orang tua macam apa kata orang nanti, anak saja disembelih?” “Apa kata orang nanti?” “Apa tidak malu? Tega sekali, anak satu-satunya disembelih!” “Coba lihat, anaknya lincah seperti itu!” “Anaknya pintar lagi, enak dilihat, anaknya patuh seperti itu kok dipotong!” “Tidak punya lagi nanti setelah itu, tidak punya lagi yang seperti itu! Belum tentu nanti ada lagi seperti dia.”

Nabi Ibrahim sudah mempunyai tekat. Ia mengambil batu lalu mengucapkan, “Bismillah Allahu Akbar.” Batu itu dilempar. Akhirnya seluruh jamaah haji sekarang mengikuti apa yang dulu dilakukan oleh Nabi Ibrahim dalam mengusir setan dengan melempar batu sambil berkata, “Bismillah Allahu Akbar.”

Ketika sang ayah belum juga mengayunkan pisau di pinggang. Ismail mengira wajahnya ragu, seraya ia melepaskan tali pengikat dan menghadap, agar tidak muncul suatu kesan atau gambar dalam sejarah bahwa sang anak menurut untuk dibaringkan karena dipaksa meminta ayahnya mengayunkan pisau sambil menghadap, agar tidak melihat.

Nabi Ibrahim AS memantapkan niatnya. Nabi Ismail pasrah bulat-bulat, seperti ayah yang telah tawakal. Sedetik setelah pisau, dapat digerakkan, tiba-tiba Allah SWT berseru dengan firman-Nya, dengan melarang perbuatannya karena tidak ada perhatian terhadap anaknya. Allah SWT telah meridhai kedua ayah dan anak yang tawakal.

Sebagai keseimbangan keikhlasan mereka, Allah SWT mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Saffat ayat 107-111:

وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ

Artinya: “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. As-Saffat 37: Ayat 107).

وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۖ

Artinya: “Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,” (QS. As-Saffat 37: Ayat 108).

سَلٰمٌ عَلٰۤى اِبْرٰهِيْمَ

Artinya: “Selamat sejahtera bagi Ibrahim.” (QS. As-Saffat 37: Ayat 109).

كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: “Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. As-Saffat 37: Ayat 110).

اِنَّهٗ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِيْنَ

Artinya: “Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” (QS. As-Saffat 37: Ayat 111).

Menyaksikan tragedi penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia itu, Malaikat Jibril kagum, seraya terlontar darinya suatu ungkapan, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim AS menjawab, “Laailaha Illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian disambungkan oleh Nabi Ismail AS, “Allahu Akbar Walillahil Hamdu.”

Pengorbanan Nabi Ibrahim yang paling besar dalam sejarah umat manusia itu membuat menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan memiliki arti besar. Peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim bersama Nabi Ismail AS di atas, dapat dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang mengandung pembelajaran paling tidak pada tiga hal:

Pertama, ketaqwaan. Pengertian taqwa terkait dengan kepatuhan seorang hamba pada Sang Khalik dalam menjalankan perintah dan larangan-Nya. Koridor agama (Islam) mengemas kehidupan secara harmonis seperti halnya kehidupan dunia-akhirat. Meraih baik (hasanah) di akhirat kelak perlu melalui kehidupan di dunia yang merupakan kebajikan untuk meningkatkan dan memohon ridha-Nya agar tercapai kehidupan dunia dan akhirat yang hasanah. Sehingga kehidupan di dunia tidak terpisah dari upaya meraih kehidupan hasanah di akhirat nanti.

Tingkat ketakwaan seseorang dengan demikian dapat diukur dari kepeduliannya terhadap sesamanya. Contoh, seorang wakil rakyat yang memiliki tingkat ketakwaan yang tinggi tentu tidak akan memanfaatkan yang berwenang yang dimiliki untuk dirinya sendiri bahkan orang seperti ini akan merasa malu jika kehidupannya lebih mewah dari rakyat yang diwakilinya. Kesiapsediaan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anak kesayangannya atas perintah Allah SWT menandakan tingkat ketakwaan Nabi Ibrahim sehingga tidak terjerumus dalam kehidupan hedonis sewaktu-waktu yang sesat. Lalu, dengan kuasa Allah SWT ternyata yang disembelih bukan Ismail melainkan domba. Peristiwa ini pun mencerminkan Islam sangat menghargai nyawa dan kehidupan manusia, Islam menjunjung tinggi peradaban manusia.

Kedua, hubungan antar manusia. Ibadah-ibadah umat Islam yang diperintahkan Allah SWT mengandung dua hal yang tidak terpisahkan yakni hubungan dengan Allah SWT dan hubungan dengan sesama manusia. Ajaran Islam sangat menghargai sosial dan mengejawantahkan sikap-sikap sosial melalui media ritual tersebut. Saat mengetahui bagaimana merasakan susahnya hidup seorang dhuafa yang memenuhi kebutuhan pasangannya sehari-hari saja sulit. Lalu, dengan menyembelih hewan kurban dan membagikannya, merupakan salah satu bentuk kepedulian sosial seorang muslim kepada sesamanya. Kehidupan saling tolong menolong dan gotong royong merupakan ciri khas ajaran Islam.

Ketiga, peningkatan kualitas diri. Hikmah ketiga dari ritual keagamaan ini adalah memperkukuh empati, kesadaran diri, pengendalian, dan pengelolaan diri yang merupakan cikal bakal akhlak terpuji seorang muslim. Akhlak terpuji dicontoh Nabi Muhammad SW seperti membantu sesama manusia dalam kebaikan, kebajikan, memuliakan tamu, mementingkan orang lain (altruisme), dan terus menjalankan sigap dalam menjalankan segala perintah agama dan hal-hal yang dilarang. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Nabi Muhammad memiliki akhlak yang agung.

Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting merupakan “buah” dari pohon Islam, akarnya akidah dan berdaun syariah. Segala aktivitas manusia tidak terlepas dari sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia. Sebaliknya, dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam di seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering meskipun setiap hari dikuras berjuta-juta liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti Hajar dan Pemuda Nabi Ismail as.

Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan shalat Idul Adha, bahwa hakikat manusia adalah sama, yang membedakan hanya takwanya. Bagi seseorang yang menunaikan ibadah haji, pada waktu wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak manusia akan dikumpulkan di padang mahsyar untuk dimintai pertanggungjawaban. Wallahu A’lam.

*) Mahasiswa Prodi PAI Program Pascasarjana Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-Guluk, Sumenep Sekaligus Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Lubangsa Guluk-Guluk, Sumenep Tahun 2014-2021.


Editor : Firdausi

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!
Tetap Terhubung
16,985FansSuka
5,481PengikutMengikuti
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Rekomendasi

TerkaitBaca Juga

TrendingSepekan!

TerbaruUpdate!

Urutan Wali Nikah Dalam Islam

4
Rubrik Lensa Fikih diasuh oleh Kiai Muhammad Bahrul Widad. Beliau adalah Katib Syuriyah PCNU Sumenep, sekaligus Pengasuh PP. Al-Bustan II, Longos, Gapura, Sumenep.   Assalamualaikum warahmatullahi...

Keputusan Bahtsul Masail NU Sumenep: Hukum Capit Boneka Haram

0
Mengingat bahwa permainan sebagaimana deskripsi di atas sudah memenuhi unsur perjudian (yaitu adanya faktor untung-rugi bagi salah satu pihak yang terlibat), sehingga dihukumi haram, maka apapun jenis transaksi antara konsumen dengan pemilik koin adalah haram karena ada pensyaratan judi.
Sumber gambar: Tribunnews.com

Khutbah Idul Adha Bahasa Madura: Sajhârâ Tellasan Reajâ

0
# Khutbah Pertama اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ...

Khutbah Idul Fitri Bahasa Madura: Hakekat Tellasan

0
# Khutbah I اَللهُ أَكْبَرُ (٩×) لَآ إِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا...