spot_img
Categories:

Menyelami Kembali Hakikat Cinta Sejati

- Advertisement -

Oleh: Lukmanul Hakim

Makna cinta sejati terus dicari dan digali. Manusia dari zaman ke zaman seakan tidak pernah bosan membicarakannya. Sebenarnya, apa itu cinta sejati dan bagaimana pandangan Islam terhadapnya?

Masyarakat di belahan bumi manapun saat ini sedang diusik oleh mitos cinta sejati, dan dibuai oleh impian indah tentangnya. Karena itu, ramai-ramai mereka mempersiapkan diri untuk merayakan hari cinta “Valentine’s Day”.

Pada tulisan ini, penulis tidak ingin mengajak pembaca menelusuri sejarah dan kronologi adanya peringatan ini. Tidak juga ingin membicarakan hukum mengikuti perayaan hari ini. Karena penulis yakin, pembaca telah banyak mendengar dan membaca tentang itu semua. Hanya saja, penukis ingin mengajak pembaca untuk sedikit menyelami, apa itu cinta? Adakah cinta sejati dan cinta suci? Cinta model apa yang selama ini menghiasi hati pembaca?

Seorang peneliti dari Researchers at National Autonomous University of Mexico mengungkapkan hasil risetnya yang begitu mengejutkan. Menurutnya, sebuah hubungan cinta pasti akan menemui titik jenuh, bukan hanya karena faktor bosan semata, tapi karena kandungan zat kimia di otak yang mengaktifkan rasa cinta itu telah habis. Rasa tergila-gila dan cinta pada seseorang tidak akan bertahan lebih dari 4 tahun. Jika telah berumur 4 tahun, cinta sirna, dan yang tersisa hanya dorongan seks, bukan cinta yang murni lagi.

Menurutnya, rasa tergila-gila muncul pada awal jatuh cinta disebabkan oleh aktivasi dan pengeluaran komponen kimia spesifik di otak, berupa hormon dopamin, endorfin, feromon, oxytocin, neuropinephrine yang membuat seseorang merasa bahagia, berbunga-bunga dan berseri-seri. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, dan terpaan badai tanggung jawab dan dinamika kehidupan efek hormon-hormon itu berkurang lalu menghilang.

Lalu bagaimana nasib cinta yang selama ini didambakan dari pasangannya? Bagaimana nasib cinta pembaca pada pasangannya? Jangan-jangan sudah lenyap dan terkubur jauh-jauh hari.

Apakah pembaca ingin sengsara karena tidak lagi merasakan indahnya cinta pasangannya dan tidak lagi menikmati lembutnya buaian cinta kepadanya? Ataukah pembaca ingin tetap merasakan betapa indahnya cinta pasangannya dan juga betapa bahagianya mencintai pasangannya?

Apablia pembaca mencintai pasangannya karena kecantikan atau ketampanannya, maka saat ini penulis yakin anggapan bahwa ia adalah orang tercantik dan tertampan, telah luntur.

Apabila dahulu rasa cinta pembaca kepadanya tumbuh karena ia adalah orang yang kaya, maka penulis yakin saat ini, kekayaannya tidak lagi spektakuler di mata.

Apabila rasa cinta pembaca bersemi karena ia adalah orang yang berkedudukan tinggi dan terpandang di masyarakat, maka saat ini kedudukan itu tidak lagi berkilau secerah yang dahulu menyilaukan pandangan.

Apabila terlanjur terbelenggu cinta kepada seseorang, padahal dia bukan suami atau istrinya sendiri, ada baiknya bila pembaca menguji kadar cinta. Kenalilah sejauh mana kesucian dan ketulusan cinta pembaca kepadanya. Coba pembaca duduk sejenak, membayangkan kekasihnya dalam keadaan ompong peyot, pakaiannya compang-camping sedang duduk di rumah gubuk yang reot. Akankah rasa cintanya masih menggemuruh sedahsyat yang pembaca rasakan saat ini?

Para ulama sejarah mengisahkan, pada suatu hari Abdurrahman bin Abi Bakar bepergian ke Syam untuk berniaga. Di tengah jalan, ia melihat seorang wanita berbadan semampai, cantik nan rupawan bernama Laila binti Al-Judi. Tanpa diduga dan dikira, panah asmara Laila melesat dan menghujam hati Abdurrahman bin Abi Bakar. Maka sejak hari itu, Abdurrahman mabuk kepayang karenanya, tak kuasa menahan badai asmara kepada Laila binti Al-Judi. Sehingga Abdurrahman sering kali merangkaikan bair-bait syair, untuk mengungkapkan jeritan hatinya. Berikut di antara bait-bait syair yang pernah ia rangkai.

Aku senantiasa teringat Laila yang berada di seberang negeri Samawah

Duhai, apa urusan Laila bintu Al-Judi dengan diriku?

Hatiku senantiasa diselimuti oleh bayang-bayang sang wanita

Paras wajahnya slalu membayangi mataku dan menghuni batinku.

Duhai, kapankah aku dapat berjumpa dengannya,

Semoga bersama kafilah haji, ia datang dan akupun bertemu.

Karena begitu sering ia menyebut nama Laila, sampai-sampai Khalifah Umar bin Al-Khattab merasa iba kepadanya. Sehingga tatkala beliau mengutus pasukan perang untuk menundukkan negeri Syam, ia berpesan kepada panglima perangnya, “Apabila Laila bintu Al-Judi termasuk salah satu tawanan perangmu (sehingga menjadi budak), maka berikanlah kepada Abdurrahman.” Subhanallah, takdir Allah SWT setelah kaum muslimin berhasil menguasai negeri Syam, didapatkan Laila termasuk salah satu tawanan perang. Maka impian Abdurrahmanpun segera terwujud. Mematuhi pesan Khalifah Umar, maka Laila yang telah menjadi tawanan perangpun segera diberikan kepada Abdurrahman.

Pembaca bisa membayangkan, betapa girangnya Abdurrahman, pucuk cinta ulam tiba, impiannya benar-benar kesampaian. Begitu cintanya Abdurrahman kepada Laila, sampai-sampai ia melupakan istri-istrinya yang lain. Merasa tidak mendapatkan perlakuan yang sewajarnya, maka istri-istrinya yang lainpun mengadukan perilaku Abdurrahman kepada Aisyah istri Rasulullah SAW yang merupakan saudari kandungnya.

Menyikapi teguran saudarinya, Abdurrahman berkata, “Tidakkah engkau saksikan betapa indah giginya, yang bagaikan biji delima?”

Akan tetapi tidak begitu lama Laila mengobati asmara Abdurrahman, ia ditimpa penyakit yang menyebabkan bibirnya “memble” (jatuh, sehingga giginya selalu nampak). Sejak itulah, cinta Abdurrahman luntur dan bahkan sirna. Apabila dahulu ia sampai melupakan istri-istrinya yang lain, maka sekarang iapun bersikap ekstrim. Abdurrahman tidak lagi sudi memandang Laila dan selalu bersikap kasar kepadanya. Tak kuasa menerima perlakuan ini, Lailapun mengadukan sikap suaminya ini kepada Aisyah. Mendapat pengaduan Laila ini, maka Aisyahpun segera menegur saudaranya dengan berkata:

يا عبد الرحمن لقد أحببت ليلى وأفرطت، وأبغضتها فأفرطت، فإما أن تنصفها، وإما أن تجهزها إلى أهلها، فجهزها إلى أهلها.

“Wahai Abdurrahman, dahulu engkau mencintai Laila dan berlebihan dalam mencintainya. Sekarang engkau membencinya dan berlebihan dalam membencinya. Sekarang, hendaknya engkau pilih, engkau berlaku adil kepadanya atau engkau mengembalikannya kepada keluarganya. Karena didesak oleh saudarinya demikian, maka akhirnya Abdurrahmanpun memulangkan Laila kepada keluarganya. (Tarikh Damaskus oleh Ibnu ‘Asakir 35/34 & Tahzibul Kamal oleh Al Mizzi 16/559).

Bagaimana, apakah pembaca ingin juga merasakan betapa pahitnya nasib yang dialami oleh Laila bintu Al-Judi? Ataukah pembaca mengimpikan nasib serupa dengan yang dialami oleh Abdurrahman bin Abi Bakar?

Tidak heran bila nenek moyang telah mewanti-wanti agar senantiasa waspada dari kenyataan ini. Mereka mengungkapkan fakta ini dalam ungkapan yang cukup unik, “Rumput tetangga terlihat lebih hijau dibanding rumput sendiri.”

Pembaca penasaran ingin tahu, mengapa kenyataan ini bisa terjadi?

Temukan rahasianya pada sabda Rasulullah SAW berikut ini:

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ. رواه الترمذي وغيره

“Wanita itu adalah aurat (harus ditutupi), bila ia ia keluar dari rumahnya, maka setan akan mengesankannya begitu cantik (di mata lelaki yang bukan mahramnya).” (Riwayat At-Tirmidzi dan lainnya).

Orang-orang Arab mengungkapkan fenomena ini dengan berkata:

كُلُّ مَمْنُوعٍ مَرْغُوبٌ

“Setiap yang terlarang itu menarik (memikat).”

Dahulu, tatkala suatu hubungan antara pembaca dengannya terlarang dalam agama, maka setan berusaha sekuat tenaga untuk mengaburkan pandangan dan akal sehatnya, sehingga hanyut oleh badai asmara. Karena hanyut dalam badai asmara haram, maka mata menjadi buta dan telinga menjadi tuli, sehingga ada semboyan, cinta itu buta. Dalam pepatah arab dinyatakan:

حُبُّكَ الشَّيْءَ يُعْمِي وَيُصِمُّ

“Cintamu kepada sesuatu, menjadikanmu buta dan tuli.”

Akan tetapi setelah suatu hubungan telah halal, maka spontan setan menyibak tabirnya, dan berbalik arah. Setan tidak lagi membentangkan tabir di mata, setan malah berusaha membendung badai asmara yang telah menggelora dalam jiwa. Saat itulah, anda mulai menemukan jati diri pasangannya seperti apa adanya. Saat itu juga mulai menyadari bahwa hubungan dengan pasangan tidak hanya sebatas urusan paras wajah, kedudukan sosial, dan harta benda. Juga mulai menyadari bahwa hubungan suami-istri ternyata lebih luas dari sekedar paras wajah atau kedudukan dan harta kekayaan. Terlebih lagi, setan telah berbalik arah, dan berusaha sekuat tenaga untuk memisahkan antara anda berdua dengan perceraian:

فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ. البقرة

“Maka mereka mempelajari dari Harut dan Marut (nama dua setan) itu apa yang dengannya mereka dapat menceraikan (memisahkan) antara seorang (suami) dari istrinya.” (QS. Al-Baqarah: 102).

Mungkin pembaca bertanya, lalu bagaimana hrus bersikap?

Bersikaplah sewajarnya dan senantiasa gunakan nalar sehat dan hati nuraninya. Dengan demikian, tabir asmara tidak menjadikan pandangan kabur dan tidak mudah hanyut oleh bualan dusta dan janji-janji palsu.

Mungkin pembaca kembali bertanya, apabila demikian adanya, siapakah yang sebenarnya layak untuk mendapatkan cinta suci? Kepada siapakah harus menambatkan tali cinta ini?

Simaklah jawabannya dari Rasulullah SAW:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ. متفق عليه

“Biasanya, seorang wanita itu dinikahi karena empat alasan: karena harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya dan karena agamanya. Hendaknya engkau menikahi wanita yang taat beragama, niscaya engkau akan bahagia dan beruntung.” (Muttafaqun Alaih).

Dan pada hadits lain beliau bersabda:

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ. رواه الترمذي وغيره.

“Bila ada seorang yang agama dan akhlaknya telah engkau sukai, datang kepadamu untuk melamar, maka terimalah lamarannya. Bila tidak, niscaya akan terjadi kekacauan dan kerusakan besar di muka bumi.” (Riwayat At-Tirmidzi dan lainnya).

Cinta yang tumbuh karena iman, amal shaleh, dan akhlak yang mulia, akan senantiasa bersemi. Tidak akan lekang karena sinar matahari, tidak pula luntur karena hujan, dan tidak akan putus walaupun ajal telah menjemput. Inilah hakikat cinta sejati.

الأخِلاَّء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ. الزخرف

“Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67).

Cintailah kekasihmu karena iman, amal shaleh serta akhlaknya, agar cintamu abadi. Tidakkah kamu mendambakan cinta yang senantiasa menghiasi dirimu walaupun telah masuk ke dalam alam kubur dan kelak dibangkitkan di hari kiamat? Tidakkah kamu mengharapkan agar kekasihmu senantiasa setia dan mencintaimu walaupun engkau telah tua renta dan bahkan telah menghuni liang lahat?R

Kemudian Rasulullah SAW bersabda:

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ. متفق عليه

“Tiga hal, bila ketiganya ada pada diri seseorang, niscaya ia merasakan betapa manisnya iman: Bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dibanding selain dari keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan dirinya, bagaikan kebenciannya bila hendak diceburkan ke dalam kobaran api.” (Muttafaqun Alaih).

Yahya bin Mu’az berkata: “Cinta karena Allah tidak akan bertambah hanya karena orang yang engkau cintai berbuat baik kepadamu, dan tidak akan berkurang karena ia berlaku kasar kepadamu.” Yang demikian itu karena cintamu tumbuh bersemi karena adanya iman, amal shaleh dan akhlak mulia, sehingga bila iman orang yang kamu cintai tidak bertambah, maka cinta kamupun tidak akan bertambah. Dan sebaliknya, bila iman orang yang kamu cintai berkurang, maka cinta kamupun turut berkurang. Kamu cinta kepadanya bukan karena materi, pangkat kedudukan atau wajah yang rupawan, akan tetapi karena ia beriman dan berakhlak mulia. Inilah cinta suci yang abadi.

Setelah kamu membaca tulisan sederhana ini, perkenankan penulis bertanya, Benarkah cinta kamu suci? Benarkah cinta kamu adalah cinta sejati? Buktikan itu.

*) Mahasiswa Prodi PAI Program Pascasarjana Instika Guluk-Guluk, Kepala Perpustakaan Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Guluk-Guluk, Dewan Redaksi Jurnal Pentas Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Guluk-Guluk, Pengurus Pimpinan Ranting (PR) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Lembung Barat, dan Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Lubangsa Guluk-Guluk Tahun 2014-2021.

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!
Tetap Terhubung
16,985FansSuka
5,481PengikutMengikuti
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Rekomendasi

TerkaitBaca Juga

TrendingSepekan!

TerbaruUpdate!

Urutan Wali Nikah Dalam Islam

4
Rubrik Lensa Fikih diasuh oleh Kiai Muhammad Bahrul Widad. Beliau adalah Katib Syuriyah PCNU Sumenep, sekaligus Pengasuh PP. Al-Bustan II, Longos, Gapura, Sumenep.   Assalamualaikum warahmatullahi...

Keputusan Bahtsul Masail NU Sumenep: Hukum Capit Boneka Haram

0
Mengingat bahwa permainan sebagaimana deskripsi di atas sudah memenuhi unsur perjudian (yaitu adanya faktor untung-rugi bagi salah satu pihak yang terlibat), sehingga dihukumi haram, maka apapun jenis transaksi antara konsumen dengan pemilik koin adalah haram karena ada pensyaratan judi.
Sumber gambar: Tribunnews.com

Khutbah Idul Adha Bahasa Madura: Sajhârâ Tellasan Reajâ

0
# Khutbah Pertama اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ...

Khutbah Idul Fitri Bahasa Madura: Hakekat Tellasan

0
# Khutbah I اَللهُ أَكْبَرُ (٩×) لَآ إِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا...