spot_img
Categories:

Cara Mudah Shalat Jamak dan Qashar Saat di Perjalanan

- Advertisement -

Oleh: KH. M. Zainur Rahman Hammam
Wakil Rais PCNU Sumenep

Bi-smi-Llāh

Sebelum Anda melanjutkan membaca tulisan ini, ada dua hal yang perlu saya sampaikan; pertama, apa yang tertulis di sini hanya pokok-pokok sederhana tentang jamak dan/atau qashar shalat dalam perjalanan. Itupun hanya berdasar sedikit yang saya pahami dari beberapa literatur fikih klasik yang umum dan mendasar di pesantren. Oleh karenanya, di sini tidak diperluas dengan –misalnya– mengetengahkan varian pendapat ulama terkait suatu masalah. Jika ada yang Anda ingin ketahui lebih dalam, banyak kiai alim yang bisa Anda tanyai.

Kedua, mengingat konten tulisan ini bersumber dari beberapa serakan catatan saya, maka di sini tidak dicantumkan referensi dan/atau foto ibarahnya. Namun in syā’ Allāh bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Baik, kita mulai.


APAKAH JAMAK DAN QASHAR ITU?

Menjamak shalat artinya mengumpulkan dua shalat dalam salah satu waktunya. Misalnya shalat Dzuhur dilaksanakan bersama shalat Ashar dalam waktu Ashar.

Mengqashar shalat adalah meringkas shalat rubā`iyyah (shalat yang berakaat empat, yaitu Dzuhur, Ashar, dan Isya’) menjadi dua rakaat.

 

BAGAIMANAKAH HUKUM JAMAK DAN QASHAR?

  1. Hukum menjamak dan meng-qashar shalat pada dasarnya adalah boleh bagi seseorang yang melaksanakan perjalanan (musafir), baik perjalanan darat, laut, maupun udara, dengan keharusan memenuhi syarat-syarat sahnya jamak-qashar tersebut.
  2. Shalat yang boleh dijamak adalah shalat Dzuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya’.
  3. Menjamak dua shalat dalam waktu shalat yang pertama (Misalnya shalat Dzuhur dilaksanakan bersama shalat Ashar dalam waktu Dzuhur) disebut Jamak Taqdīm. Sedangkan mengumpulkan dua shalat dalam waktu shalat kedua (Misalnya shalat Dzuhur dilaksanakan bersama shalat Ashar dalam waktu Ashar) disebut Jamak Ta’khir.
  4. Seorang musafir dapat menjamak sekaligus meng-qashar shalat, atau memilih salah satunya saja. Tapi yang lebih utama adalah meng-qashar tanpa men-jamak.


APA SAJAKAH SYARAT SAH JAMAK DAN QASHAR?

1. Perjalanannya tidak bertujuan maksiat

  • Jika seorang musafir tidak bertujuan maksiat tapi berbuat maksiat dalam perjalanannya, maka ia masih boleh menjamak-qashar.
  • Jika seseorang mengadakan perjalanan dengan tujuan bukan maksiat, lalu di tengah jalan ia merubah tujuannya menjadi maksiat, maka sejak merubah niatnya itu ia tidak boleh menjamak-qashar.
  • Jika seseorang mengadakan perjalanan dengan tujuan maksiat, lalu di tengah jalan ia merubah tujuannya menjadi tidak maksiat, maka sejak merubah niatnya itu ia boleh menjamak-qashar jika jarak dari tempat ia merubah niatnya sampai ke tempat tujuannya mencapai jarak boleh jamak-qashar (akan diterangkan di poin nomor 2).
  • Jika seseorang mengadakan perjalanan tanpa tujuan (alias ‘mamung’), maka ia tidak boleh menjamak-qashar.
  • Jika seseorang mengadakan perjalanan semata-mata bertujuan tamasya/rekreasi, maka ia tidak boleh menjamak-qashar.

2. Jarak tujuan perjalanan (pergi)nya mencapai 88 km (dengan berbagai variasi pendapat tentang ini).

  • Seseorang boleh menjamak-qashar shalatnya setelah melewati batas wilayah jumatannya; atau melewati zaurāq (tambhângan, Madura-Pen.) bagi seseorang yang akan mengadakan perjalanan lewat laut dan tujuannya tidak searah dengan daratan tempat tinggalnya.
  • Jika seseorang mengadakan perjalanan setelah masuk waktu shalat, baik ada waktu baginya untuk shalat sebelum berangkat atau tidak, maka ia tetap boleh menjamak-qashar.
  • Jika seseorang mengadakan perjalanan, lalu dalam perjalanannnya ia melewati daerahnya lagi, maka ia tidak boleh men-jamak-qashar, sampai ia keluar lagi dari batas wilayah jumatannya.
  • Jika tujuan perjalanan memiliki 2 (atau lebih) jalur alternatif, salah satunya mencapai jarak boleh jamak-qashar dan yang satu lagi tidak, maka tidak boleh menempuh jalur yang lebih panjang itu dengan niat semata agar bisa menjamak-qashar.
  • Seseorang dihukumi lepas dari status musafir (sehingga tidak boleh jamak-qashar) dengan salah satu dari tiga sebab: pertama, sampai kembali ke batas wilayah jumatannya. Jadi jika seseorang sampai di batas wilayah jumatannyanya pada saat men-jamak-qashar, maka: (1) Shalat qasharnya wajib di-itmāmkan/disempurnakan (tidak diqashar); (2) Jika jamaknya taqdim, dan belum selesai dari shalat kedua, maka shalat kedua tersebut wajib diakhirkan sampai masuk waktunya. Sedangkan jika telah selesai dari shalat kedua, maka jamak taqdimnya tetap sah. Kedua, berniat tinggal di satu tempat selama 4 hari 4 malam selain hari kedatangan/kepulangan; dan ketiga, berniat mukim/menetap di satu tempat secara mutlak (tanpa memastikan waktunya).

3. Niat

  • Niat untuk qashar wajib bersamaan dengan takbiratul ihrām. Lafadz niatnya semisal “Ushalli fardhadz-dzuhri qashran (imāman/makmūman) liLlāhi Ta’ālā
أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِ قَصْرًا (إِمَامًا / مَأْمُوْمًا) للهِ تَعَالَى
  • Niat untuk jamak taqdim wajib dilaksanakan dalam shalat yang pertama. Misal seseorang akan menjamak taqdim Dzuhur dan Ashar, maka niat jamak itu dilaksanakan saat sedang shalat Dzuhur. Adapun niatnya cukup adanya kemantapan dalam hati ketika sedang shalat Dzuhur bahwa akan menjamak taqdim Ashar ke Dzuhur.
  • Niat untuk jamak ta’khir wajib dilaksanakan dalam waktu shalat yang pertama. Misal seseorang akan menjamak ta’khir Dzuhur dan Ashar, maka niat jamak itu dilaksanakan dalam rentang masa antara masuk waktu Dzuhur-sebelum masuk waktu Ashar. Sedangkan niatnya cukup adanya kemantapan dalam hati ketika waktu Dzuhur bahwa akan menjamak ta’khir Dzuhur ke Ashar.
  • Jika pada saat shalat qashar, seseorang ragu, apakah ia akan meneruskan qasharnya atau itmām (menyempurnakan bilangan rakaat “tidak qashar”) saja, maka shalatnya wajib di-itmāmkan; sebagaimana jika dalam shalatnya ia ragu apakah telah berniat qashar atau belum.


SYARAT SAH KHUSUS QASHAR

4. Shalat yang diqashar adalah Adā’ (اداء bukan قضاء )

  • Shalat qadhā’ dalam perjalanan boleh diqashar jika shalat itu adalah qadhā’ dari shalat yang tidak dilaksanakan ketika dalam perjalanan juga.

5. Tidak boleh bermakmum pada mushalli lain yang tidak sedang meng-qashar shalatnya, walaupun ia juga berstatus musafir.

  • Jika seorang musafir bermakmum pada seseorang yang diperkirakan musafir juga, dan ternyata imamnya tidak menqashar, maka ia (si makmum) wajib meng-itmāmkan shalatnya.
  • Jika seorang musafir bermakmum pada musafir lain, dan ia tidak tahu apakah imamnya meng-qashar atau tidak, maka ia boleh menggantungkan niat qasharnya pada si imam; yaitu ia boleh berniat: “Jika ia meng-qashar shalatnya, maka aku juga meng-qashar shalatku. Dan jika ia meng-itmāmkan shalatnya, maka aku juga itmāmkan shalatku”.


SYARAT SAH KHUSUS JAMAK TAQDIM

6. Wajib tertib, Yaitu shalat yang dilakukan lebih dahulu adalah shalat pemilik waktu (Dzuhur dan Maghrib).

  • Jika setelah selesai menjamak taqdim ternyata diketahui bahwa shalat pertama tidak sah, maka shalat yang keduapun ikut tidak sah, dan jamak tersebut wajib diulangi lagi.

7. Wajib bersegera, Yaitu antara shalat pertama dan shalat kedua tidak dipisah oleh waktu yang lama (menurut ukuran umum).

  • Jadi, Jika kedua syarat ini tidak terpenuhi, maka jamak taqdimnya menjadi batal (dan wajib melaksanakan shalat kedua pada waktunya sendiri).

Wa-Llāhu A`lam bishShawāb


Karang Kapoh, 18 April 2008
Al Balīd al Haqīr al Faqīr ilā ar-Rahmah wa sy Syafāah,

Abī Hāiz Zain R. Hammām

- Advertisement -

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!
Fahri Farghiz
Fahri Farghiz
Hanya manusia biasa yang ingin selalu belajar. Tidak ada yang istimewa.
Tetap Terhubung
16,985FansSuka
5,481PengikutMengikuti
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Rekomendasi

TerkaitBaca Juga

TrendingSepekan!

TerbaruUpdate!

Urutan Wali Nikah Dalam Islam

4
Rubrik Lensa Fikih diasuh oleh Kiai Muhammad Bahrul Widad. Beliau adalah Katib Syuriyah PCNU Sumenep, sekaligus Pengasuh PP. Al-Bustan II, Longos, Gapura, Sumenep.   Assalamualaikum warahmatullahi...

Keputusan Bahtsul Masail NU Sumenep: Hukum Capit Boneka Haram

0
Mengingat bahwa permainan sebagaimana deskripsi di atas sudah memenuhi unsur perjudian (yaitu adanya faktor untung-rugi bagi salah satu pihak yang terlibat), sehingga dihukumi haram, maka apapun jenis transaksi antara konsumen dengan pemilik koin adalah haram karena ada pensyaratan judi.
Sumber gambar: Tribunnews.com

Khutbah Idul Adha Bahasa Madura: Sajhârâ Tellasan Reajâ

0
# Khutbah Pertama اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ...

Khutbah Idul Fitri Bahasa Madura: Hakekat Tellasan

0
# Khutbah I اَللهُ أَكْبَرُ (٩×) لَآ إِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا...