spot_img
Categories:

Mengenal Lebih Dekat Sosok Kiai Tidjani Djauhari

- Advertisement -

Wakun watsiqon billahi fi kulli haaditisin yashunka madaa al-ayyamu min syahril haasidin. Artinya, jadilah kamu pribadi yang kuat, benar dalam setiap perkataan dan perbuatan, niscaya kehidupan sehari hari kamu akan dilindungi dari pandangan hasud. Begitulah pesan singkat yang disampaikan oleh ulama lentera dari timur dan sosok kharismatik transformatif, sehingga pesan morilnya terpatri dalam hati sanubari masyarakat dan santri. Beliau adalah Almaghfurlah KH Moh Tidjani Djauhari, pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Sumenep, Jawa Timur.

Buku yang ditulis oleh Iwan Kuswandi dkk menjadi obat rindu bagi para santri, alumni, dan muhibbin. Luasnya pengetahuan, pengalaman yang dimilikinya dan tindakannya yang gigih memperjuangkan nilai-nilai keislaman, Kiai Tidjani dikenal oleh masyarakat Madura.

Dalam buku ini sengaja dilengkapi hasil wawancara bersama dzurriyah, alumni dan santrinya. Sebab buku ini dicetak untuk menyimpan kenangan beliau. Buku ini sama sekali tidak bermaksud mengkultuskan atau menonjol-nonjolkan sosok pribadi Kiai Tidjani. Tetapi pembaca bisa memetik mutiara beliau sebagai tokoh mujtahid ilmu, dai dan sufi. Tulisan kenangan dari berbagai sumber akan memberi gambaran yang rill tentang sosok yang patut dijadikan cermin bagi generasi muda Indonesia. Sebab di mata masyarakat, beliau dikenal kiai akademisi yang tiada hari tanpa ilmu dan inspirasi, rajin membaca dan menulis.

- Advertisement -

Secara sosiologis, pemikirannya dijadikan rujukan dalam pembangunan di Madura. Ide dan pemikirannya banyak dituangkan dalam makalah, penelitian, baik melalui seminar, Diklat maupun lokakarya tentang pembangunan Madura. Hal ini beliau sampaikan karena kekhawatiran terhadap eksistensi budaya dan posisi masyarakat Madura pasca pembangunan Suramadu. Sehingga beliau terpanggil untuk melakukan pengkajian ulang sekaligus mengarahkan pembangunan ke arah yang lebih manusiawi, mengingat Madura dikenal sebagai daerah yang sarat akan nilai-nilai keislaman dan memiliki tradisi kebudayaan yang tinggi. Sikap moderat inilah yang membuat beliau tidak menolak pembangunan Suramadu, tapi mengingatkan bahwa seiring perkembangan zaman, kualitas SDM terus dikembangkan.

Spiritual ruh keluarga Kiai Tidjani menempatkan keluarganya pada posisi terhormat di mata masyarakat. Buyut Kiai Tidjani bernama Kiai Idris Patapan yang hidup pada awal abad ke-19 di Desa Guluk-Guluk. Beliau putra dari pasangan KH Djauhari Chotib dan Ny Hj Maryam.

Secara nasab, beliua mewarisi keturunan kiai NU, “Almarhum KH R As’ad Syamsul Arifin – pendiri Pondok Pesantren Syafi’iyah Salafiyah Asembagus Situbondo – adalah sepupu dari nenek saya. Jadi masih keluarga sendiri,” dawuh Kiai Tidjani saat beliau masih sehat. Sedangkan pihak ibu adalah keturunan Syekh Abdullah Mandurah, seorang muthawif/ syekh jamaah haji yang ada di Makkah asal Sampang. Ayah Kiai Tidjani cukup terkenal di masanya, sebab beliau tampil sebagai pejuang kemerdekaan dan memiliki peran di persatuan Hizbullah.

Buku ini juga mengupas perjalan hidup beliau sejak kecil hingga wafat. Terbukti, tradisi Islami yang mengalir dalam kehidupan sehari-hari saat masih kanak-kanak di masa penjajahan, menjadikan Kiai Tidjani tumbuh berkembang sampai dewasa dalam dimensi dan tradisi Ahlussunnah wal Jamaah. Ini merupakan bukti nyata kalau nantinya dia akan menjadi orang besar.

Sebelum nyantri di Pondok Modern Gontor, Kiai Tidjani terlebih dahulu mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat dan Madrasah Mathlabul Ulum Al-Washliyah (MMA) yang dirintis ayahnya. Usia lulus dari pesantren, ia melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi Darussalam Gontor sekaligus menjadi guru di sana. Hingga akhirnya beliau diangkat menjadi sekretaris pertama pesantren Gontor.

Tak puas dengan itu, beliau melanjutkan ke Universitas Islam Madinah dan melanjutkan studi magisternya di Universitas Malik Abdul Aziz Makkah, hingga dipercayai menjadi staf Sekretariat jenderal Rabithah Alam Islami Makkah. Tahun 1988, Tidjani memutuskan untuk mengakhiri karirnya dan memilih pulang kampung halaman guna membesarkan pesantren ayahnya, menghayati dan menjiwai nilai-nilai dalam tarbiyah. Nilai-nilai itu menjadi pesona yang dinikmati manakala warga bersua dengan Kiai Tidjani.

- Advertisement -

Perhatiannya pada dunia pendidikan sangat besar. Dengan inilah sosok Kiai Tidjani bukan dikenal sebagai muqaddam thariqah Tijaniyah dan kiai kampung. Malahan beliau dikenal ulama yang peduli terhadap kultur budaya dan nilai Islam yang ada di Madura.

Ciri khas pemikirannya, beliau sosok ulama yang memposisikan dirinya di tengah-tengah (wasathaniyah), tidak ke kiri dan ke kanan. Salah satu bukti, beliau sering diajak berkecimpung di berbagai partai politik dan beberapa Ormas. Beliau bersikukuh memposisikan dirinya sebagai sentral masyarakat, pimpinan pesantren dan muqaddam thoriqoh Tijaniyah. Bahkan mengambil kebijakan terhadap larangan kepada segenap dzurriyah dan para asatidz (khusus mukim) untuk berkecimpung di kancah perpolitikan dan Ormas.

Penulis menegaskan bahwa beliau memegang prinsip akidah Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Beliau ulama yang sejuk, tidak suka menyalah-nyalahkan pendapat dan cara ibadah yang berbeda, apalagi membid’ah-bid’ahkan. Semangat yang ditanamkan pada santrinya adalah “Berdiri di atas dan untuk semua golongan.” Wajar beliau bisa masuk dan diterima oleh semua kalangan organisasi keislaman, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Identitas Buku
Judul: Jejak Keteladanan Kiai Moh Tidjani Djauhari, Pribadi dalam Kenangan
Penulis: Iwan Kuswandi dkk
Penerbit: Lembaga Ladang Kata
Cetakan: 2020
Tebal: 267 halaman
ISBN: 978-623-6600-31-3
Peresensi: Firdausi, Ketua Lembaga Ta’lif wan-Nasyr Nahdlatul Ulama
(LTN NU) Sumenep

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!
Tetap Terhubung
16,985FansSuka
5,481PengikutMengikuti
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Rekomendasi

TerkaitBaca Juga

TrendingSepekan!

TerbaruUpdate!

Urutan Wali Nikah Dalam Islam

4
Rubrik Lensa Fikih diasuh oleh Kiai Muhammad Bahrul Widad. Beliau adalah Katib Syuriyah PCNU Sumenep, sekaligus Pengasuh PP. Al-Bustan II, Longos, Gapura, Sumenep.   Assalamualaikum warahmatullahi...

Keputusan Bahtsul Masail NU Sumenep: Hukum Capit Boneka Haram

0
Mengingat bahwa permainan sebagaimana deskripsi di atas sudah memenuhi unsur perjudian (yaitu adanya faktor untung-rugi bagi salah satu pihak yang terlibat), sehingga dihukumi haram, maka apapun jenis transaksi antara konsumen dengan pemilik koin adalah haram karena ada pensyaratan judi.
Sumber gambar: Tribunnews.com

Khutbah Idul Adha Bahasa Madura: Sajhârâ Tellasan Reajâ

0
# Khutbah Pertama اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ...

Khutbah Idul Fitri Bahasa Madura: Hakekat Tellasan

0
# Khutbah I اَللهُ أَكْبَرُ (٩×) لَآ إِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا...