spot_img
Categories:

Dinamika Poligami yang Dikemas Rapi

- Advertisement -

Oleh: Rosy Nursita Anggraini

“Tak ada yang tidak mungkin di dunia ini kecuali manusia memakan kepalanya sendiri.”

Poligami merupakan hal lumrah yang sering didengar di tengah masyarakat. Komentar kritis terhadap salah satu fenomena sosial ini, poligami dibeberkan secara gamblang oleh Asma Nadia melalui tulisan fiksinya yang berjudul Surga yang Tak Dirindukan 1. Tidak hanya mengulik poligami dari sudut pandang suami, tetapi istri, anak, tetangga, maupun teman dekat. Cukup kompleks, memang pada faktanya yang terkena imbas dari poligami adalah mereka, baik keluarga inti, keluarga besar, tetangga, maupun teman. Baik pelaku tersebut merupakan akademisi, orang kaya raya, maupun tokoh agama.

- Advertisement -

Melalui novel ini, pembaca seolah digiring untuk mengikuti alur pikir penulis yang memang membius. Seorang mahasiswa yang baru lulus mendapatkan suami yang sempurna. Mereka saling mencintai. Bukankah ini pemandangan seperti negeri dongeng? Memang begitu cara penulis menggiring pembaca agar masuk dalam alam pikiran penulis. Terlebih penulisan novel Surga yang Tak Dirindukan 1 menggunakan alur maju yang logis dengan kehidupan. Bahkan, tidak segan-segan detail permasalahan pribadi antara suami istri diceritakan melalui dialog yang ringan. “Masa tiap satu anak tambah lima kilo, Mas!” Waktu itu Pras hanya menjawab pendek, “Yang penting kan masih cakep!” “Cakep tapi gendut…” (hlm. 37). Serta godaan yang dapat meruntuhkan pondasi rumah tangga dimunculkan dengan renyah, khas percakapan keseharian. “Mata laki-laki adalah mata yang setiap hari melihat pemandangan luar. Menatap yang indah-indah. Dan saat kembali ke rumah,”… “Saat kembali ke rumah harus kecewa karena pandangannya tak menemukan apa yang diinginkan…” (hlm. 36)

Melalui alur tersebutlah penulis benar-benar mempotret dinamika kehidupan sehari-hari mulai dari nol yang kemudian berlanjut ke konflik dan ending. Memang, “Keluarga adalah amanah dari Allah. Sebuah agenda besar yang mahaberat,…” (hlm. vii). Kita juga tidak bisa memungkiri bahwa telah terlahir di wilayah yang terkenal dengan patriarki sehingga perempuanlah yang harus mengintropeksi diri. “Ahh, si Ina itu pasti servisnya nggak oke, makannya suaminya mencari yang lain! Salah si Indri yang tidak bisa masak dari dulu. Cinta zaman sekarang kan dari mata turun ke perut!” (hlm. 114). Dan yang pasti sosok Arini yang berlatar belakang pendidikan tinggi perlu diperhatikan dalam penokohannya di novel ini, terlebih dalam menyikapi hidup bermasyarakat.

Meski novel ini bernuansa islami tapi penulis begitu lues menguraikan detail konflik hingga percakapan dalam rumah tangga yang berpoligami sekalipun. Namun, perlu diperhatikan pula karakter tiap tokoh terlebih ketika melakukan percakapan tersirat makna yang cukup mendalam. “Sulit menjelaskan kenapa saya menikah lagi…” (hlm. 187). Dari percakapan tersebut jelas sekali bahwa komunikasi yang gamblang sangat diperlukan. Memang benar kata pepatah jujur itu menyakitkan tapi perlu diketahui juga imbas dari ketidakjujuran dalam keluarga bisa menimbulkan masalah yang lebih besar. Dengan kata lain ketidakjujuran dan ketidakterbukaan dalam keluarga akan menjadi pintu masalah baru.

Dari novel tersebut pembaca diajak berfikir untuk menjadi pemecah masalah sosial yang baik. Bijak menyikapi poligami, karena hidup ini bukan cerita dari negeri dongeng. Dan yang terpenting tidak membawa-bawa alasan agama untuk memenuhi nafsu belaka.

Data Buku

Judul : Surga yang Tak Dirindukan 1
Penerbit : Republika
ISBN : 978-623-279-110-7
Tebal : 13.5 x 20,5 cm; x + 310 hlm.
Pengarang : Asma Nadia
Cetakan pertama : April 2021

- Advertisement -

Blitar, 26 Januari 2022


Rosy Nursita Anggraini. Lahir di Blitar 24 Januari 1995. Beralamat di Dusun Cimpling RT 01/01 Desa Siraman Kecamatan Kesamben Kabupaten Blitar. Alumni Fakultas Ilmu Administrasi Prodi Magister Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya Malang. Santri aktif Pondok Pesantren Al- Falah Siraman Kesamben Blitar. Anggota aktif FLP Blitar dan Komunitas Muara Baca Blitar. Serta aktif sebagai Penggiat Budaya Kemendikbudristek. Karya pernah di muat di: Riau Realita, Koran Pantura, Koran Madura, Media Jatim, Harian Bhirawa, Radar Mojokerto, Radar Cirebon, Dinamika News, dan Koran Jakarta. Penulis beberapa buku antologi bersama seperti: Antologi Puisi Indahnya Lukisan Langit (2016), Kaulah Pahlawanku (2017), Mengakrabi Sunyi (2017), dan Berbisik pada Dunia (2020).

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!
Redaksi
Redaksihttps://pcnusumenep.or.id
Website resmi Nahdlatul Ulama Sumenep, menyajikan informasi tentang Nahdlatul Ulama dan keislaman di seluruh Sumenep.
Tetap Terhubung
16,985FansSuka
5,481PengikutMengikuti
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Rekomendasi

TerkaitBaca Juga

TrendingSepekan!

TerbaruUpdate!

Urutan Wali Nikah Dalam Islam

4
Rubrik Lensa Fikih diasuh oleh Kiai Muhammad Bahrul Widad. Beliau adalah Katib Syuriyah PCNU Sumenep, sekaligus Pengasuh PP. Al-Bustan II, Longos, Gapura, Sumenep.   Assalamualaikum warahmatullahi...

Keputusan Bahtsul Masail NU Sumenep: Hukum Capit Boneka Haram

0
Mengingat bahwa permainan sebagaimana deskripsi di atas sudah memenuhi unsur perjudian (yaitu adanya faktor untung-rugi bagi salah satu pihak yang terlibat), sehingga dihukumi haram, maka apapun jenis transaksi antara konsumen dengan pemilik koin adalah haram karena ada pensyaratan judi.
Sumber gambar: Tribunnews.com

Khutbah Idul Adha Bahasa Madura: Sajhârâ Tellasan Reajâ

0
# Khutbah Pertama اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ...

Khutbah Idul Fitri Bahasa Madura: Hakekat Tellasan

0
# Khutbah I اَللهُ أَكْبَرُ (٩×) لَآ إِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا...