Batuan, NU Online Sumenep
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep menggelar Halal Bihalal bersama Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU), Lembaga, Badan Otonom dan Pengasuh Pondok Pesantren se- Kabupaten Sumenep, Kamis, (09/05/2024) di Pondok Pesantren Darul Istiqamah, Batuan.
Kegiatan yang dikemas Ngaji Bareng itu menghadirkan KH Abdul Ghafur Maimoen, Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar III, Sarang, Rembang, Jawa Tengah.
Ketua PCNU Sumenep, KH A Pandji Taufiq mengatakan bahwa momentum Halal Bihalal memang diperingati secara rutin setelah lebaran. Di periode ketiga masa kepemimpinannya ini, Halal Bihalal telah diperingati empat kali.
Tahun 2024 ini, Halal Bihalal dikemas dengan Ngaji Bareng Gus Ghafur, sapaan akrab KH Abdul Ghafur Maimoen. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang biasa dikemas dengan forum semacam berbagi pendapat bertajuk ‘Nyuun Pamangghi.
“Halal Bihalal tahun ini berbeda dengan tahun lalu. Biasanya dikemas dengan ‘Nyuun Pamangghi’, tahun ini sengaja dikemas dengan Ngaji Bareng,” ungkap Kiai Pandji, sapaan lekatnya.
Ia menilai bahwa sejauh ini terjadi kesenjangan antara warga NU di akar rumput dengan kalangan elite NU. Khususnya dalam konteks persoalan-persoalan hukum yang disepakati di tingkat PBNU.
“Sehingga kami warga NU di bawah belum terlalu familiar memahaminya. Maka penting untuk Ngaji kepada Gus Ghafur, selain sebagai Rais PBNU, juga sebagai pengasuh dan guru kita semua,” tambahnya.
Kiai Pandji berharap, pengurus MWC NU, dan beberapa elemen struktur NU lainnya bisa mendapatkan pencerahan dari Gus Ghafur tentang metode istinbath hukum di kalangan Nahdlatul Ulama.
“Seperti contoh, Ketua Umum PBNU menegaskan bahwa Undang-Undang (UU) negara wajib dipatuhi. Kalau tidak dipatuhi, hukumnya haram. Dan beberapa contoh lain yang mungkin belum begitu familiar di telinga warga NU akar rumput,” paparnya.
Lebih jauh, Kiai Pandji pun menyampaikan permohonan maaf atas nama PCNU Sumenep sekaligus berterima kasih kepada MWC NU, Lembaga, badan otonom serta pengasuh pondok pesantren yang telah turut hadir dalam kegiatan tersebut.
Metodologi Istinbath Hukum NU
Rais PBNU, KH Abdul Ghafur Maimoen menjelaskan bahwa Lembaga Bahtsul Masail (LBM) pada dasarnya adalah lembaga fatwa. Adapun LBM di lingkungan Nahdlatul Ulama memuat tiga klasifikasi pembahasan. Yakni maudlu’iyah (masalah agama tematik atau kasuistik), waqi’iyah (problematika aktual) dan Qanuniyah (persoalan perundang-undangan).
“Kalau maudlu’iyah ini lebih menitiktekankan kepada lembaga riset. Belum mengarah kepada lembaga fatwa. Makanya keputusannya lebih mengambang,” ungkap Gus Ghafur.
Dalam hal metodologi istinbath hukum, NU tetap menggunakan semua jenis manhaj. Di antaranya, Madzhabi, Maqashidi/Taisiri dan Salafi. Namun menurut Gus Ghafur, yang sering dipakai adalah madzhab Taisiri/Maqashidi/al-Ma’alat.
“NU memang madzhab syafi’iyah akan tetapi juga mengutip madzhab-madzhab yang lain dengan mempertimbangkan rajih dan marjuhnya. Sebab fikih itu ada di antara dua perkara, yakni memudahkan dan hati-hati,” tandasnya.
Editor: A. Habiburrahman