Lenteng, NU Online Sumenep
Kiai Hesbullah, Rais Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Lembung Barat, Lenteng mengungkapkan bahwa ilmu itu terbagi dua, ada kasbi dan wahbi.
Penegasan Ini disampaikannya saat mengisi kegiatan rutin bulanan PRNU Lembung Barat, Senin Malam (13/06/2022) di kediaman H Hosnan, Dusun Daja Songai, Desa Lembung Barat, Lenteng.
“Ilmu kasbi adalah ilmu yang didapat dengan cara belajar, yang di dalamnya ada guru dan murid. Adapun ilmu wahbi yaitu ilmu yang didapat hasil taqarrub kepada Allah SWT,” katanya.
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Yaqin Lembung Barat, Lenteng ini menambahkan, dua perjalanan yang berbeda tetapi melahirkan hasil yang sama, yaitu ilmu.
“Itu salah satu bukti kebesaran Allah SWT, di mana Allah SWT akan memberikan karunia kepada siapa saja yang dikehendaki jika Allah SWT mau,” tambah Kepala Madrasah Aliyah Tahfidh (MAT) Annuqayah Guluk-Guluk itu.
Menurutnya, akibat dari pengaruh kebudayaan Barat, ilmu kini hanya dibataskan pada apa yang bisa didapat dari pancaindra saja yakni melalui jalur sains. Jika ilmu tidak bisa dibuktikan secara empiris maka itu tidak bisa dikatakan ilmu, dalam pandangan Barat.
“Bagi kita ini adalah kekeliruan karena telah menafikan bagian ilmu-ilmu lain terutama ilmu wahyu. Mereka (kaum Barat) tidak bisa menjelaskan tentang derajat ilmu yang benar dan terjebak kepada empirisme atau pengetahuan dari panca indra semata,” tandasnya.
Lantas ia melanjutkan, fenomena demikian disebut sebagai fenomena ‘Loss of Adab’ atau hilangnya adab. Loss of Adab dalam ilmu akan membuat ilmu menjadi bermasalah dan tidak akan bermanfaat.
“Padahal Nabi SAW mewanti-wanti, ‘Man izdaada ilman wa lam yazdad hudan lam yazdad minallahi illa bu’dan. Artinya, barangsiapa yang bertambah ilmunya akan tetapi tidak bertambah petunjuknya maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali semakin jauh dari Allah SWT’,” lanjut Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Lubangsa Selatan Guluk-Guluk itu.
Alumni Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya ini membeberkan, semua ilmu dengan berbagai jalan akan bermuara pada hati, karena hati tempat bermuara segalanya. “Segala tindakan dan perkataan kita akan direkam oleh hati yang pada gilirannya akan diwujudkan dalam sebuah tindakan,” tukasnya.
Ia juga menganalogikan, ilmu laksana air dan hati laksana sebuah empang penampung air. Dalam memenuhi empang dengan air, setidaknya ada dua usaha yang dilakukan oleh seseorang.
“Pertama, mencari sumber air dengan cara membuat selokan-selokan yang dapat dialiri air. Kedua, dengan cara menggali empang sampai dalam sehingga dapat bertemu dengan mata air,” jelasnya.
Menurutnya, membuat sungai artinya sebagai analogi dari menciptakan teori-teori sehingga tercipta sebuah pengetahuan yang tersusun secara rasional dan sistimatis. “Adapun menggali empang sedalam-dalamnya, sebuah analogi dari cara mendapatkan ilmu dengan cara riyadhah,” ungkap Kiai Hesbul.
“Model seperti ini sering dilakukan oleh ulama sufi. Ulama sufi dalam mendapatkan ilmu tidak menggunakan pancaindera melainkan dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT,” pungkasnya.
Editor : Ach. Khalilurrahman