spot_img
Categories:

Gus Dur; Kenangan Tak Terlupakan dari Gus Yahya

- Advertisement -

Oleh: Ahmad Fatoni *

Terdapat pernyataan mengejutkan dari Gus Dur yang membuat sakit hati seorang Sulak, sapaan dari kawan-kawannya terhadap AS Laksana, ketika menemui Gus Dur untuk meminta izin mewawancarainya serta berniat akan menyusun biografi dirinya. Sulak mempunyai keistimewaan sebagai sahabat dari Saifullah Yusuf (Mantan Wakil Gubernur Jawa Timur dan Ponakan dari Gus Dur) untuk bisa bertemu dan mewawancarainya. Pada Suatu hari ia diajak oleh Saifullah Yusuf ke rumah Gus Dur di Ciganjur. Setelah menemuinya, Gus Dur sedang ada di ruang makan dan menyantap tempe di sana. “Ini Sulak, Pak Lek, yang saya ceritakan mau menulis buku biogragfi sampean,” ucap Saifullah Yusuf kepada Gus Dur.

Mendengar hal itu, Gus Dur menanggapinya dengan biasa-biasa saja. Sulak merasa jika lebih lezat menyantap tempe dari pada mendengar kabar jika terdapat orang yang ingin menulis biografi tentang dirinya. Lantas Gus Dur kemudian berkata. “Buku kalau mau ditulis ya pasti tidak pernah jadi.”

- Advertisement -

Saiful tertawa, Namun Sulak merasa tersinggung atas pernyataan itu, karena ia sudah menulis hampir sebanyak seratus halaman, hal itu sudah mencapai lima puluh persen dari target yang ia rencanakan. Namun apa yang dikata Gus Dur itu benar terjadi. Ia tidak dapat menyelesaian tulisannya dan celakanya laptopnya dicuri tidak lama setelah pertemuan tersebut. Padahal ia sekuat tenaga menulis demi membuktikannya kepada Gus Dur.

Dalam sebuah pernyataannya di televisi NU, Sulak mengatakan jika ia begitu mengagumi Gus Dur. kenapa dia memilih Gus Yahya sebagai perwakilan dari Gus Dur untuk diwawancarai perihal Gus Dur, karena dia mengenal Gus Yahya serta banyak orang mengatakan jika Gus Yahya merupakan representasi dari Gus Dur itu sendiri. Dalam catatan Sulak bahwa Gus Yahya merupakan tokoh yang dekat dengan Gus Dur sejak menjadi Sekjen PBNU era Ketum Gus Dur, kemudian menjadi Jubir Gus Dur ketika menjabat sebagai Presiden. Banyak sekali peristiwa yang ia saksikan bersamanya sebelum kemudian kembali ke tanah lahirnya di Rembang.

Gus Yahya sendiri merupakan tokoh NU, lahir di Rembang, 16 Februari 1966. Ia merupakan putra dari Kiai Kholil Bisri. Pada awal mengenal NU ia hadir di acara Muktamar. Muktamar pertama yang ia hadiri adalah muktamar di Semarang, tepatnya di Gedung Olah Raga (GOR) Semarang pada tahun 1979 dengan usaha ayahnya, Kiai Khalil Bisri, memintakan kartu peserta. Pada saat itu ia sudah bertemu dengan Gus Dur namun tidak mempunyai keinginan untuk mengenal tokoh-tokoh berpengaruh di NU karena usianya masih seusia SMP.

Sampai pada tahun 1983, terdapat keributan antara kubu Cipete dan Situbondo ia pun mengikutinya. Saat Munas di Situbondo, Gus Yahya mendengar nama Gus Dur disebut-sebut. Ia pun mulai mengenal erat nama tersebut. Pada awalnya, Gus Yahya mempunyai pemikiran Fundamentalis terhadap pemikiran Islam. Sehingga pada tahun 1984, ketika orang-orang ribut dengan masalah pancasila, kemudian NU mengambil sikap menerima pancasila, Gus Yahya tidak terima pernyataan tersebut. Ia mengirimkan tulisan yang berjudul Ukhwah Pancasilawiyah ke Kedaulatan Rakyat sebagai upaya protes terhadap keputusan NU. Menurutnya kenapa orang-orang ngotot tentang toleransi. Baginya, sesuatu yang jauh dari Islam harus dikembalikan ke jalan lurus, bukan ditoleransi. Namun beriring waktu, dari fundamentalis, ia justru jatuh cinta terhadap pemikiran Gus Dur.

Sosok Gus Dur dalam buku ini diceritakan dengan penuh humor, baik dalam perjalanan politik atau kemanusiaan. Di lain hal ia menjadi pribadi yang berjalan terus tanpa bisikan dari siapapun yang mampu mempengaruhinya. Ia beranggapan jika biar sejarah yang membuktikannya apabila terdapat langkah-langkah yang licik.

Gus Dur seorang tokoh yang mampu membawa NU ke tengah, mengajak para Kiai berbicara demokrasi, pesantren sebagai rumah NU ditarik dalam pembahasan-pembahasan modern, seperti negara, modernisasi pendidikan, politik, demokrasi. Dari itu, banyak kiai yang awalnya sangat konservatif, baik dalam pemikiran ataupun kebudayaan, mereka jauh dari dunia luar, dengan gagasan Gus Dur, mereka mulai terlibat dalam wacana kekinian. Hal ini bertujuan mengantisipasi butanya pemikiran masyarakat pesantren terhadap wacana modern.

- Advertisement -

Pada titik ini, Gus Yahya mulai menyadari betapa pentingnya pemikiran modern seorang Gus Dur—sehingga perlu dihidupkan kembali pada saat ini. Lantas, ia banting setir dari seorang fundamentalis kepada pemikiran modern yang cendrung terbuka. Jika pemikiran modern yang cendrung terbuka itu sepenuhnya salah, maka tidak mungkin pada tahun 1989, NU melakukan manuver dan menyatakan bermadzhab secara manhaji. Artinya kita mengikuti hukum islam dalam teorinya, tidak dengan jurisprudensi. NU tetap memegang kitab-kitab klasik sebagai pegangan, akan tetapi kita tetap bisa membuat jurisprudensi yang berbeda karena realitasnya berbeda. Begitu juga pada tahun 1992, NU melakukan revolusioner bahwa ijtihad kolektif itu boleh dan wajib dilakukan oleh para ulama.

Gus Dur juga mencontohkan bagaimana berpikir relevan dalam fiqih, ketika ditanya tentang Ajinomoto yang dianggap najis karena gelatinnya dikulturasi dengan medium tulang babi. Kemudian Gus Dur mencoba berpikir berbeda, bahwa jika pengolahannya dilakukan di wajan besar dengan air yang berlimpah, maka ia tetap suci. Hal itu bisa dianalogikan dengan air kolam yang kemasukan bangkai anjing, maka air tersebut tidak najis dengan syarat tidak ada yang berubah pada sifat air.

Manuver Gus Dur juga sama ketika menjabat sebagai Presiden, ia mampu memanusiakan manusia dan tidak pilah-pilih terhadap rakyatnya. Mereka wajib dilindungi serta diberikan hak-haknya. Ia tidak memikirkan pribadinya, baik dalam bersosial atau pun berpolitik. Dalam bersosial, sudah jika Gus Dur kerap membela minoritas dari kalangan agama atau ras. Ia penah menjadi anggota masyarakat epistemik agama Yahudi, dekat dengan para romo serta pemuka agama yang lainya. Hal ini bukan dalam rangka kepentingan pribadi, akan tetapi kemanusian, kepentingan bersama. Begitu pun dalam ranah politik, ia mampu menetralisir dirinya sendiri ketika dirinya dilengserkan. Kalimat yang sangat popular ketika ia dilengserkan adalah “Tidak ada jabatan yang perlu dipertahankan mati-matian”.

Tidak hanya itu, ketika pemilu pertama kali setelah reformasi pada tahun 1999 di SItubondo adalah bagaimana PKB sangat dominan di sana, Bupati, Wakil Bupati serta DPR adalah orang PKB, sementara PPP nol kursi. Semua orag PKB merupakan pengikut dari KH. Fawaid As’ad. Namun orang tidak paham dengan rencana Gus Dur, ia mencoba mengacak-acak internal PKB, mencari alas an bagaimana caranya KH. Fawaid As’ad tidak lagi berada di dalam PKB, saat terpilihnya KH. Fawaid As’ad sebagai Ketua Dewan Suro PKB, Gus Dur tidak mau menandatangani SK-nya. Hingga Kiai Fawaid sendiri putus asa dan kembali ke PPP. Setelah itu, kontestasi politik dan dinamikan berjalan dengan stabil. PPP mempunyai suara kembali. Itu membuktikan jika Gus Dur tidak mempunyai kepentingan apa-apa terhadap domain pribadinya.

Buku ini menggunakan sistematika pembahasan santai. Jika membacanya, penulis seperti sedang duduk di ruang tamu dan memberikan wejangan kepada pembacanya. Meski demikian, peristiwa dan cerita-cerita di dalamnya memuat hal penting seputar Gus Dur. Sulak sebagai penulis serta tukang transkrip dari narasumbernya, Gus Yahya mampu menyajikan kepada pembaca dengan renyah. Hal ini, mungkin karena latar belakang antara penulis, narasumber dan objek yang digali pernah berada dalam lingkungan yang sama, yaitu di Tabloid Detik pada zamannya.

- Advertisement -

Judul  : Menghidupkan Gus Dur; Catatan Kenangan Yahya Cholil Staquf
Penulis  : AS Laksana
Penerbit  : LBBooks
Cetakan  : Desember 2021
Tebal  : 158 halaman

*) Ahmad Fatoni, lahir di Sumenep, Penulis Lepas, alumni al-Anwar 3 Sarang Rembang, Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!
Redaksi
Redaksihttps://pcnusumenep.or.id
Website resmi Nahdlatul Ulama Sumenep, menyajikan informasi tentang Nahdlatul Ulama dan keislaman di seluruh Sumenep.
Tetap Terhubung
16,985FansSuka
5,481PengikutMengikuti
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Rekomendasi

TerkaitBaca Juga

TrendingSepekan!

TerbaruUpdate!

Urutan Wali Nikah Dalam Islam

4
Rubrik Lensa Fikih diasuh oleh Kiai Muhammad Bahrul Widad. Beliau adalah Katib Syuriyah PCNU Sumenep, sekaligus Pengasuh PP. Al-Bustan II, Longos, Gapura, Sumenep.   Assalamualaikum warahmatullahi...

Keputusan Bahtsul Masail NU Sumenep: Hukum Capit Boneka Haram

0
Mengingat bahwa permainan sebagaimana deskripsi di atas sudah memenuhi unsur perjudian (yaitu adanya faktor untung-rugi bagi salah satu pihak yang terlibat), sehingga dihukumi haram, maka apapun jenis transaksi antara konsumen dengan pemilik koin adalah haram karena ada pensyaratan judi.
Sumber gambar: Tribunnews.com

Khutbah Idul Adha Bahasa Madura: Sajhârâ Tellasan Reajâ

0
# Khutbah Pertama اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ...

Khutbah Idul Fitri Bahasa Madura: Hakekat Tellasan

0
# Khutbah I اَللهُ أَكْبَرُ (٩×) لَآ إِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا...