spot_img
Categories:

Idul Adha 1443 H di Indonesia dan Saudi, Kenapa Berbeda?

- Advertisement -

Kota, NU Online Sumenep

Penentuan awal bulan hijriah, khususnya tiga bulan sensitif, Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah seringkali mengundang perdebatan ilmiah di kalangan elite maupun debat kusir di kalangan alit. Berbeda dengan Ramadhan dan Syawal, penentuan awal Dzulhijjah tidak begitu geger jika terdapat perbedaan.

Demikian penjelasan Fathurrozi selaku Pengurus Bidang Hisab dan Rukyat Pimpinan Cabang (PC) Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) Sumenep saat dikonfirmasi oleh NU Online Sumenep, Rabu (06/07/2022) di kediamannya, Desa Gapurana, Talango.

Menurutnya, ada tiga hal penting yang terdapat dalam bulan Dzulhijjah, yaitu puasa sunah Tarwiyah pada hari ke 8, puasa sunah Arafah pada hari ke 9 dan puncaknya Idul Adha pada hari ke 10. Riuh-riuh tentang perbedaan biasanya baru terdengar menjelang pelaksanaan puasa Tarwiyah.

“Penentuan awal bulan hijriah secara Fiqih dapat ditempuh dengan cara rukyatul hilal dan menyempurnakan bulan sebelumnya 30 hari (istikmal). Jika hilal berhasil dirukyat pada tanggal 29 bulan hijriah, maka keesokan harinya adalah bulan baru. Namun, jika hilal tidak berhasil dirukyat, maka bulan sebelumnya harus disempurnakan menjadi 30 hari,” jelas alumni Pondok Pesantren Annuqayah Latee Guluk-Guluk itu.

Ia menambahkan, seiring dengan perkembangan zaman, gerak, kondisi dan posisi benda langit dapat diprediksi secara akurat dengan perhitungan astronomi (hisab), termasuk posisi dan kondisi hilal. Perkembangan ini berdampak pula terhadap penentuan awal bulan hijriah, yaitu rukyatul hilal, istikmal dan hisab (dengan kriteria tertentu, seperti wujudul hilal dan imkan rukyat).

“Kunci utama pergantian bulan hijriah adalah peristiwa konjungsi atau ijtimak. Konjungsi terjadi apabila Bulan dan Matahari berada dalam satu garis ekliptika. Sederhananya, saat nilai Ţūl al-Qamar/Apparent Longitude Bulan (ALB) sama dengan atau mendekati nilai Ţūl al-Syams/Ecliptic Longitude Matahari (ELM). Momen konjungsi terjadi pada akhir bulan dengan ditandai nilai terkecil dari Fraction Illumination Bulan (FIB),” terangnya.

Alumni Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-Guluk ini menyatakan, elemen lain yang harus diperhatikan untuk pergantian awal bulan hijriah adalah waktu Matahari terbenam (gurūb). Peristiwa tersebut sangat erat kaitannya dengan lahirnya hilal yang merupakan titik sentral dalam pergantian bulan hijriah.

“Menurut teori astronomi, apabila konjungsi terjadi sebelum Matahari terbenam (qabla al-gurūb), maka hilal berada di atas ufuk. Dalam keadaan demikian, terdapat dua kemungkinan, Hilal berhasil dirukyat atau tidak. Jika Hilal berhasil dirukyat, maka pada detik itu juga terjadi pergantian bulan Qamariah. Jika tidak berhasil dirukyat, maka pergantian bulan terjadi pada lusa (istikmal),” tegasnya.

“Apabila konjungsi terjadi setelah Matahari terbenam (ba’da al-gurūb), maka dipastikan hilal berada di bawah ufuk. Itu artinya, hilal pasti tidak dapat dirukyat, sehingga harus istikmal,” lanjutnya.

Lantas, ia mengungkapkan, rukyat sangat rentan dengan masalah kontras, sehingga secara teori, keberhasilan rukyat hilal harus memperhatikan dua faktor, yaitu ketinggian hilal (jarak hilal dari ufuk mar’i) dan elongasi (jarak sudut Bulan-Matahari).

“Hal tersebut dikarenakan cahaya hilal yang sangat tipis dan cahaya syafaq (senja) yang masih cukup kuat. Semakin tinggi posisi hilal, maka gangguan cahaya syafaq semakin redup. Semakin jauh posisi hilal dari Matahari, maka fisis hilal semakin tebal,” sambung alumni Madrasah Aliyah (MA) 1 Annuqayah Guluk-Guluk itu.

Alumni Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang ini menegaskan, posisi hilal yang terlalu dekat dengan matahari (elongasi) dan terlalu rendah ketinggiannya, maka hilal sangat tipis untuk mengalahkan cahaya syafaq, seperti kondisi hilal pada awal Dzulhijjah 1443 H.

“Secara perhitungan astronomi, peristiwa konjungsi akhir Dzulqa’dah 1443 Hijriah terjadi pada Rabu Legi, 29 Juni 2022 Masehi, pukul 09:52 WIB. Tinggi hilal di seluruh Indonesia berkisar 1-2 derajat, elongasi (jarak sudut Matahari-Bulan) berkisar 4-5 derajat,” tambah Fathor.

Menurutnya, dua faktor yang disebut di atas (tinggi hilal dan elongasi) kemudian menjadi parameter dalam kriteria visibilitas hilal/imkan rukyat (kemungkinan hilal dapat dilihat).

“Indonesia menganut kriteria imkan rukyat yang disepakati oleh Menteri-Menteri Agama Brunai, Indonesia, Malaysia dan Singapura yang dikenal dengan kriteria MABIMS. Dalam kriteria tersebut ditetapkan bahwa hilal kemungkinan dapat dirukyat jika berada pada posisi minimal ketinggian 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Kriteria tersebut disetujui pada 8 Desember 2021 dan diberlakukan di Indonesia pada tahun 2022 melalui Surat Edaran Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI,” ulasnya.

Sekretaris Pimpinan Wilayah (PW) LFNU Jawa Timur ini menegaskan, bersandarkan kepada kriteria MABIMS tersebut, hilal pada awal Dzulhijjah 1443 H tidak mungkin dirukyat, karena posisinya masih berkisar pada ketinggian 1-2 derajat dan elongasi 4-5 derajat untuk seluruh wilayah Indonesia.

“Hilal pada posisi tersebut sangat tipis dan gangguan cahaya syafaq masih sangat kuat. Dengan kata lain, hilal terlalu tipis untuk bisa mengalahkan cahaya syafaq yang masih cukup kuat,” tegasnya.

Hal tersebut, lanjutnya, juga diperkuat dengan laporan rukyat dari beberapa titik lokasi rukyat di Indonesia yang melaporkan tidak berhasil melihat hilal pada Rabu, 29 Juni 2022. Berdasarkan laporan tersebut, maka Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama RI menetapkan 1 Dzulhijjah 1443 Hijriah bertepatan dengan Jumat, 1 Juli 2022.

“Dengan demikian, maka 8 Dzulhijjah (hari Tarwiyah) bertepatan dengan Jum’at, 8 Juli 2022, 9 Dzulhijjah (hari Arafah) bertepatan dengan Sabtu, 9 Juli 2022 dan 10 Dzulhijjah (Idul Adha) bertepatan dengan Ahad, 10 Juli 2022,” lanjutnya.

Alumni Pondok Pesantren Life Skill Daarun Najaah Semarang menuturkan, Pemerintah Saudi menetapkan 1 Dzulhijjah 1443 bertepatan dengan Kamis, 30 Juni 2022 (satu hari lebih dahulu dari Indonesia), sehingga hari Tarwiyah bertepatan dengan Kamis, 7 Juli 2022, hari Arafah bertepatan dengan Jumat, 8 Juli 2022 dan Idul Adha bertepatan dengan Sabtu, 9 Juli 2022. “Perbedaan antara Indonesia dan Saudi ini cukup menjadi gonjang-ganjing di sebagian masyarakat,” tuturnya.

“Perbedaan penetapan awal Dzulhijjah 1443 H antara Indonesia dan Saudi sebenarnya hal yang biasa saja. Secara perhitungan astronomi, tinggi hilal mar’i di Saudi pada awal Dzulhijjah sudah mencapai 4 derajat 57 menit 35 detik, sedangkan elongasinya mencapai 7 derajat 14 menit 8 detik. Waktu Saudi yang terpaut 4 jam dengan Indonesia (lebih cepat Indonesia) turut berkontribusi terhadap posisi hilal di Saudi yang lebih tinggi dari pada Indonesia. Posisi hilal yang semakin tinggi menyebabkan gangguan cahaya syafaq semakin redup. Posisi hilal yang semakin jauh dari Matahari menyebabkan fisis hilal semakin tebal. Tidak heran, jika hilal di Saudi berhasil dirukyat pada Rabu, 29 Juni 2022, sehingga keesokan harinya, Kamis, 30 Juni 2022 ditetapkan sebagai awal Dzulhijjah 1443 Hijriah,” pungkasnya.

Editor : Ach. Khalilurrahman

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!
Tetap Terhubung
16,985FansSuka
5,481PengikutMengikuti
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Rekomendasi

TerkaitBaca Juga

TrendingSepekan!

TerbaruUpdate!

Urutan Wali Nikah Dalam Islam

4
Rubrik Lensa Fikih diasuh oleh Kiai Muhammad Bahrul Widad. Beliau adalah Katib Syuriyah PCNU Sumenep, sekaligus Pengasuh PP. Al-Bustan II, Longos, Gapura, Sumenep.   Assalamualaikum warahmatullahi...

Keputusan Bahtsul Masail NU Sumenep: Hukum Capit Boneka Haram

0
Mengingat bahwa permainan sebagaimana deskripsi di atas sudah memenuhi unsur perjudian (yaitu adanya faktor untung-rugi bagi salah satu pihak yang terlibat), sehingga dihukumi haram, maka apapun jenis transaksi antara konsumen dengan pemilik koin adalah haram karena ada pensyaratan judi.
Sumber gambar: Tribunnews.com

Khutbah Idul Adha Bahasa Madura: Sajhârâ Tellasan Reajâ

0
# Khutbah Pertama اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ...

Khutbah Idul Fitri Bahasa Madura: Hakekat Tellasan

0
# Khutbah I اَللهُ أَكْبَرُ (٩×) لَآ إِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا...