Baru-baru ini beredar gambar dengan keterangan bahwa azan dan iqamah di kuburan setelah meletakkan jenazah di liang lahat atau sebelum dikuburkan merupakan perbuatan yang tidak ada tuntunannya dan termasuk perkara baru dalam agama.
Menyikapi hal tersebut, KH Ma’ruf Khozin, Ketua Aswaja NU Center Jawa Timur memberikan bantahan atas klaim tersebut yang menurut mereka bid’ah.
Alumni Pondok Pesantren Al-Falah Ploso, Kediri itu menjelaskan, di mazhab Syafi’i sudah terbiasa dengan khilafiyah antar ulama di internal mazhab. Menjadi tabu ketika dikutip oleh mereka yang mengklaim kebenaran hanya pendapatnya dan lainnya bid’ah.
“Di poster ini mereka mengutip dari salah satu ulama besar Syafi’iyah, Imam Ibnu Hajar Al Haitami. Uniknya kitab Ibnu Hajar banyak sekali tetapi mereka hanya mengambil dari Fatwa Al-Kubra yang memang agak keras dalam penolakan azan saat pemakaman,” terangnya di akun facebooknya.
Imam Ibnu Hajar di kitab paling muktamad, yaitu Tuhfah.
قَدْ يُسَنُّ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصَّلَاةِ كَمَا فِي آذَانِ الْمَوْلُودِ وَالْمَهْمُومِ وَالْمَصْرُوعِ وَالْغَضْبَانِ وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إنْسَانٍ أَوْ بَهِيمَةٍ وَعِنْدَ مُزْدَحَمِ الْجَيْشِ وَعِنْدَ الْحَرِيقِ قِيلَ وَعِنْدَ إنْزَالِ الْمَيِّتِ لِقَبْرِهِ قِيَاسًا عَلَى أَوَّلِ خُرُوجِهِ لِلدُّنْيَا لَكِنْ رَدَدْته فِي شَرْحِ الْعُبَابِ وَعِنْدَ تَغَوُّلِ الْغِيلَانِ أَيْ تَمَرُّدِ الْجِنِّ لِخَبَرٍ صَحِيحٍ فِيهِ ، وَهُوَ وَالْإِقَامَةُ خَلْفَ الْمُسَافِرِ
Artinya : Terkadang dianjurkan adzan untuk selain shalat, seperti di telinga bayi yang lahir, orang susah, orang pingsan, orang marah, yang buruk perilakunya baik manusia atau hewan, ketika desakan pasukan, ketika tenggelam. Ada yang mengatakan ketika mayit diturunkan ke kubur, diqiyaskan dengan pertama kali lahir di dunia, namun saya membantahnya dalam kitab Syarah Ubab. Juga ketika kerasukan jin, berdasarkan hadits shahih. Demikian halnya adzan dan iqamah di belakang musafir. (Tuhfah Al-Muhtaj, 5/51)
Dijelaskan pula, ia menceritakan seorang ulama salaf yang mengawali azan ketika pemakaman. Di kitab sejarah dijelaskan.
الْاِصَابِي (٥٧٧ – ٦٥٧ هـ – ١١٨١ – ١٢٥٨ م) عَلِيًّ بْنُ الْحُسَيْنِ الْاِصَابِي، أَبُوْ الْحَسَنِ: فَقِيْهٌ أُصُوْلِيٌّ، يَمَانِيٌّ. وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْاَذَانَ لِمَنْ يُسَدُّ اللَّحْدَ عَلَى الْمَيِّتِ.
“Ali bin Husain al-Ishabi (577-657 H atau 1181-1257 M), Abu Hasan, ahli fikih, ahli usul fikih, berkebangsaan Yaman. Dia adalah yang pertama kali menganjurkan adzan terhadap orang yang memasukkan mayit ke liang lahat” (Zirikly, al-A’lam, 4/280)
Pria yang kini menjabat sebagai pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan, sudah hampir 1.000 tahun lalu telah ditemukan ijtihad ulama yang membolehkan azan ketika mengubur jenazah.
Kemudian ia menarik kesimpulan bahwa di mazhab Syafi’i dalam masalah ini disampaikan dalam Hasyiah Tuhfah.
وَلَا يُنْدَبُ الْآذَانُ عِنْدَ سَدِّهِ خِلَافًا لِبَعْضِهِمْ بَرْمَاوِي اهـ
“Tidak disunahkan adzan saat menutup liang lahat, berbeda dengan sebagian ulama. Dikutip dari Syaikh Barmawi” (Hawasyi asy-Syarwani, 3/171)
“Kebetulan saja di Indonesia menggunakan pendapat yang membolehkan azan ketika pemakaman,” pungkasnya.