Pragaan, NU Online Sumenep
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Pragaan melakukan penguatan ideologi terhadap Pengurus Anak Ranting (PAR) NU yang ada di Zona V pada Ahad (24/7/2022).
Kegiatan ini digelar di Kantor Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Sentol Daya dengan melibatkan seluruh PARNU yang ada di Desa Sentol Daya dan Larangan Perreng. Hadir sebagai pemateri pada kesempatan tersebut Wakil Rais MWCNU Pragaan Kiai Ahmad Mubarok Yasin dan Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Sumenep Kiai Imam Sutaji.
Dalam penyampaiannya, Kiai Ahmad Mubarok Yasin menuturkan kepada seluruh hadirin akan besarnya peranan dan jasa ulama dalam proses penyebaran Islam dan pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kiai muda yang sering disapa Ra Barok ini dengan piawai menuturkan sejarah perjuangan ulama Nusantara terdahulu.
“Sebenarnya, Islam masuk ke Indonesia sudah sejak masa Nabi Muhammad SAW masih hidup. Waktu itu ada sahabat bernama Saad bin Abi Waqash melakukan perjalanan menuju negeri China, namun singgah terlebih dahulu di daerah Barus,” tuturnya.
Di Barus Tapanuli Tengag, lanjutnya, ada peninggalan yang bisa dijadikan bukti sejarah berupa sejumlah makam yang di nisannya tertulis tahun 600-an masehi. Setibanya Saad bin Abi Waqash ke Makkah, ia menceritakan akan kehebatan negeri tirai bambu itu kepada Nabi Muhammad.
“Kemudian Nabi Muhammad bersabda, ‘uthlubul ‘ilma wa law bis Shin’ (tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina),” sambungnya.
Ia juga bercerita tentang kiprah ulama dalam upayanya memerdekakan Indonesia. Disebutkan, bahwa dulu sebelum NU berdiri, para kiai mendirikan sebuah kelompok diskusi yang diberi nama Tashwirul Afkar.
“Di sinilah mereka mendiskusikan tentang segala hal termasuk bentuk dan ideologi negara Indonesia setelah merdeka,” terangnya.
Hebatnya, perkumpulan ini dihadiri oleh ulama dan tokoh cendikiawan terkemuka masa itu. Di antaranya, ada Ir. Soekarno dan mertuanya H.O.S. Tjokroaminoto, serta Hadratussyaikh KH M. Hasyim Asy’ari, seorang ulama ahli hadits yang sangat alim yang merupakan pendiri NU.
“Maka dari itu, jangan heran bila NU selalu dilibatkan dalam proses kemerdekaan Indonesia,” kata Ra Barok.
Hal senada juga disampaikan oleh pemateri kedua yaitu K. Imam Sutaji. Dalam pemaparannya ia berkata dengan tegas bahwa Ahlussunnah wal Jamaah adalah silent majority atau golongan mayoritas yang diam. Disebut begitu karena paham ini lahir tanpa adanya tujuan politis, dendam, dan hal lain semacamnya.
“Oleh karenanya, pesan saya kepada seluruh Pengurus Anak Ranting, jangan pernah ragu pada Nahdlatul Ulama,” tegasnya.
Dikatakan, bahwa ulama di Nusantara sudah sangat cerdas karena mampu mengislamkan negeri Indonesia dengan cara damai tanpa ada pertumpahan darah. Serta mampu melestarikan keberagaman yang telah ada.
“Makanya, saya merasa heran manakala banyak ulama dan tokoh luar negeri datang ke Indonesia untuk belajar bagaimana mempersatukan negaranya, sementara orang Indonesia sendiri belajar ke luar negeri hanya untuk menghancurkan negeri yang sangat permai ini,” pungkasnya.
Editor : A. Habiburrahman