Puisi Bintu Assyatthie*

1
281

Luka Kampung Halaman

Sudah saatnya aku kembali
berlabuh di sini, mendulang mimpi
meneguk getir puisi sendiri

Rasanya, baru kemarin aku beranjak
menitipkan kenangan yang berserak
pada nyiur yang janurnya merambai
jalanan sempit yang damai
lahan luas, tempat benih-benih bersemai

Serasa dalam mimpi
ketika kudapati kampungku tengah nyeri
dipasung tembok menjulang tinggi
dibacok ambisi kaum berdasi

Orang bilang, kampungku jelita
memantulkan kemilau indah
membuat malam senantiasa rekah

Namun, pulang ke kampung sendiri
seperti bertandang ke tanah asing
seluruh kenangan kering
hanyut dalam desau mesin yang bising
Dalam lubang luka, aku dituntut tabah
memahat segala sisa gairah

Totale, 2022

Ladang Harapan

Sehampar ladang
semburat harapan
yang menggantung senja
menyisakan semak dan ona
dalam lebat sesak yang beranak pinak
tanpa diminta, resah menjelma rumput liar
memangkas nalar, mengerdilkan
segala yang menjalar
meringkus ladangku yang tercemar

Sudah kesekian kali,
hujan enggan memenuhi janji
sejuk air berkah langit
tak mampu menghanyut bau sengit
sampah serakah dan limbah nestapa
dari mulut orang-orang kota
yang memangsa tanahku dengan kuasa

Seutas ladang
tanpa pohonan dan tergenang
keringat orang-orang lapar
yang mengais-ngais sisa masa depan
di sela-sela semak industri
merampas padi petani
dalam ruang penuh tirani

Semakin kudasari,
di tanah pesisir ini
hanya di ladangku, seekor burung
masih bernyanyi

Totale, 2022

Risalah Pesisir

Gemuruh di tanah yang kupijak
adalah risalah moyang yang terserak
kurenungi sebaris kalimat
yang kudengar lamat-lamat:
jadilah penyelamat, bukan penghianat
Menatap pesisir yang mulai kabut
hatiku kalut. Ombak tak jua menyusut
angin menyisir sisa pasir di tepian laut

Tanah warisan jadi tumbal
jimat leluhur sengaja digadai
tak peduli badai bertandang
kita telah kalah sebelum berperang

Risalah ini, kubawa pulang
ingin kusampaikan pada semua orang
bahwa kita belum terlambat untuk berjuang

Totale, 2022

Cemara Udang

Kutanam cemara di pinggir pantai
merakit mimpi yang belum usai
di tanah pasir yang landai
aku setia menunggumu pulang
saat kau jauh berlayar

Cemara udang adalah tempat rindang
terikat dalam satu ruang
titik teduh menuai riang
melepas penat setalah lelah berjuang

Cemara dan udang kini terpisah
cemara tumbang, udang berkembang
tanah gersang, kolam membentang

Di sela-sela limbah yang meluap
pesisir pantai tak henti meratap
aku masih berharap
cemara-udang kembali terikat

Totale, 2022

Dermaga Kelabu

Perahuku berlabuh
membawa kabar laut yang tak lagi biru
di bibir pantai, anak-anak merayu
pada dermaga yang masih lugu

Tambângan berdendang
para penumpang riang
meski ombak kian berang
ia tak lucut dari sembahyang
membelah laut Giliyang

Dermaga lugu penuh haru
menyisakan kelabu yang membisu
gundukan batu sebagai tugu
gemerlap lampu,
telanjangi laut yang semakin pilu

Perahu-perahu tersingkir
kaki nelayan nyaris tergelincir
dalam desah pesisir
nelayan tabah berzikir

Dermaga kian menjulang
bukan sekadar tempat lalu lalang
bisa saja yang datang, diam dan tak pulang

Totale, 2022

Tambângan (bahasa Madura): perahu yang digunakan sebagai alat transportasi

Bintu Assyatthie lahir dan besar di kampung kecil bernama Totale, tepian pesisir paling timur Pulau Madura. Selain aktif mengajar, penulis juga aktif di organisasi kepenulisan, yaitu Rumah Literasi Sumenep, Komunitas Perempuan Membaca dan Komunitas Puan Menulis. Beberapa tulisannya bisa dibaca di blog pribadinya: cahayatotale.blogspot.com. Bisa disapa di IG dan FB atas nama: Bintu Assyatthie.

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini