Cerita kera mengaji yang melegenda, masyhur dikenal oleh warga Madura. Kisah bertajuk religi ini diyakini kebenarannya, termasuk oleh keluarga Raja Sumenep hingga saat ini. Berkat kealiman Kiai Ali bin Kiai Khatib Paddusan bin Sayyid Baidhawi (Pangeran Katandur) bin Panembahan Pakaos bin Panembahan Palembang bin Sayyid Jakfar Shadiq (Sunan Kudus) mampu mendidik seekor kera bisa mengaji di hadapan Raja dan punggawa kerajaan, kisah ini dikenang oleh masyarakat, khususnya di Kabupaten Sumenep.
Kiai Ali Baranbang panggilannya, wafat sekitar tahun 1858. Jenazahnya dikebumikan di Asta Ghumuk di sebelah barat lapangan terbang Trunojoyo Sumenep. Nama Barangbang, sebuah nama kampung di Desa Kalimook, Kecamatan Kalianget, Sumenep, Jawa Timur yang menjadi pusat peradaban Islam di masa lalu. Berkat ketokohan Kiai Ali, kampung ini menjadi mardikan. Artinya, kampung yang boleh dimiliki aparatur otonom dengan kewenangan mengelola hasilnya secara mandiri.
Berawal dari sebuah langgar yang dibangun oleh saudagar China sebagai bentuk nadzar atas pertolongan Kiai Ali Barangbang terhadap dagangannya yang lolos dari pemeriksaan. Berdirinya langgar ini menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk menyekolahkan anaknya belajar mengaji. Saking banyaknya santri menuntut ilmu. Kabar pun tersiar ke mana-mana hingga sampai ke Raja di Keraton Sumenep. Guna memastikan kebenaran kabar tersebut, sang raja datang ke Barangbang menyaksikan sendiri keberadaan pesantren yang menjadi buah bibir masyarakat.
Dalam penelitiannya Iwan Kuswandi, raja yang hidup di masa Kiai Ali Barangbang tidak disebutkan identitasnya. Bisa jadi raja yang dimaksud Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat (Raden Ario Notonegoro) yang berkuasa 1811-1854. Kemungkinan pula anak raja yang dititipkan mengaji ke Kiai Ali adalah Panembahan Notokusumo II (Raden Ario Moch Saleh) yang dulu berkuasa sejak tahun 1854-1879. (Lihat Kera pun Bisa Mengaji: Rekam Jejak Sejarah Islam di Madura)
Singkat cerita, proses pembelajaran anak raja tersendat lantaran tak bisa mengaji. Ia dimarahi dan dipukul oleh Kiai Ali karena sulit menangkap pelajaran. Mendengar kabar buruk tersebut, sang raja naik pitam, hingga pada akhirnya memerintahkan prajurit untuk memanggil Kiai Ali agar bergegas menghadap ke Keraton.
Saat diintrogasi, kiai Ali memberikan alasan pada raja bahwa ia tidak memukul anaknya tetapi memukul kebodohannya. Mendengar pernyataan tersebut, sang raja tersinggung karena putranya diklaim anak bodoh.
Ketika emosi raja memuncak, ia berucap dan memberi tantangan di luar nalar manusia, yakni jika Kiai Ali bisa mendidik anak menjadi anak yang pintar lewat perantara pukulan, maka bawalah pulang seekor kera ke pesantren Barangbang dengan syarat kera itu bisa mengaji.
Di Barangbang, kera itu sering dibawa Kiai Ali memancing. Di suatu malam, kiai mengikat jari kera dengan tali tambang yang terbuat dari serabut kelapa. Saat api sampai ke jari kera, tiba-tiba berteriak panas. Saat itulah kiai mengajarinya mengaji dan kera itu bisa berbicara layaknya manusia.
Ketika tiba 40 hari (deadline yang diberikan raja), Kiai Ali membawa kera itu ke Keraton. Saat melihat kera bisa mengaji, seisi Keraton tercengang. Dengan ekspresi wajah dan kekaguman pada Kiai Ali, putra raja itu dikembalikan lagi ke pesantren. Bahkan raja berwasiat pada anaknya untuk mengetuk tularkan ilmunya pada anak raja lainnya.
Usai kera mengaji, Kiai Ali melemparkan pisang sembari berkata bahwa ilmu kalah sama watak. Dengan demikian, kisah ini dapat dipetik hikmah bahwa secara psikologis watak atau karakter bisa membedakan seseorang antara satu dengan yang lainnya.
Untuk memperbaiki karakter anak, harus didukung dengan lingkungan dan dibekali akhlak yang mulia. Misalnya anak dididik menghormati orang tua, orang yang lebih sepuh umurnya, termasuk guru. Ini semua telah ditegaskan dalam falsafah orang orang Madura, yakni Bhapak, Bhabhu’, Ghuru, Rato. Mengagungkan dan meyakini kepiawaian mereka, bagian dari penghormatan. Sebagaiman kebiasaan ulama salaf dalam berdoa.
assalamualikum..
saya ingin bertanya apakah admin mengetahui jejak silsilah kiai jeru yg menurut info beliau masih anak keturunan dari Kiai Khatib Paddusan..
karena saya domisili di curah jeru situbondo
Assalamualaikum wr wb
Saya ingin bertanya pada admin, apakah admin mengetahui silsilah kiai mas Tasik yang konon masih keturunan Kiai Ali berambeng