Oleh: Rudi Hartono
Seringkali pertengkaran yang terjadi di tengah-tengah masyarakat berawal dari sesuatu hal yang sepele. Saat ditanyakan kepada pihak yang berselisih, tidak sedikit dari mereka menjawab dengan jawaban yang cenderung sama, yaitu merasa tersinggung karena harga dirinya diremehkan.
Pada dasarnya Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling berharga dan mulia di muka bumi. Namun tidak sedikit manusia merusak kehormatan dan harga dirinya sendiri dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang amoral atau yang tidak sesuai norma-norma agama. Karena itu, kemuliaan yang terdapat dalam diri manusia ini harus selalu dijaga dari hal-hal yang dapat merusaknya, baik yang berupa sikap dan perbuatan yang dilakukan oleh diri sendiri, maupun yang dilakukan oleh orang lain terhadap pribadinya.
Islam memberi tuntunan, kalaupun dengan mengeluarkan harta demi menjaga kehormatan atau harga diri, hal itu boleh untuk dilakukan. Sebagaimana sabda Nabi:
ذبوا عن اعراضكم بأموالكم
Artinya: Peliharalah untuk menjaga diri kalian dengan harta kalian. (HR. Ad-Dailami)
Karena itu, dalam perspektif Islam, harga diri lebih berharga dan mulia daripada harta benda. Namun yang terlihat sekarang, terkadang manusia rela menjatuhkan harga dirinya demi memperoleh keuntungan harta benda.
Seringkali manusia melakukan perbuatan-perbuatan kekerasan dengan dalih membela harga diri. Padahal untuk menjaga kehormatan atau harga diri menurut ajaran Islam bukanlah dengan pertengkaran atau kekerasan. Sebab adanya kekerasan justru menghancurkan harga diri. Selain itu, tidak jarang balasan yang timbul akibat dari sikap kekerasan seringkali berlebihan dan tidak terkontrol. Sehingga akibatnya, justru menjatuhkan martabat kemanusiaannya.
Dalam pandangan Islam, manusia itu berharga karena kemuliaannya, sedang kemuliaan seseorang itu bersumber dari kesabaran dan kebijaksanaannya. Sebagaimana disebutkan di dalam surat Al-A’raf ayat 199:
خذ العفو وأمر بالعرف وأعرض عن الجاهلين
Artinya: Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang baik, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa sikap sabar dengan selalu memberikan maaf adalah ajaran yang dituntunkan oleh Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Karena itu, setiap pribadi muslim hendaknya tidak terpengaruh dengan melakukan pembalasan ketika ada orang lain yang bersikap atau berbuat tidak baik kepadanya.
Sementara itu, jika diperhatikan kembali, ada yang menarik dari susunan kalimat di atas. Disebutkan bahwa Allah menganjurkan bagi setiap muslim untuk memberi maaf dengan tujuan agar mereka berbuat baik, dalam artian, tidak melayani perbuatan bodoh mereka. Jika perbuatan bodoh tersebut dibalas, maka mereka akan melakukan perbuatan yang lebih bodoh lagi daripada perbuatan mereka sebelumnya. Sebaliknya, jika tidak membalas perbuatannya, maka mereka akan merasa cukup dengan perbuatan yang pertama, karena telah merasa membuat tidak bisa berbuat apa-apa. Sehingga secara tidak langsung, sudah membuat orang lain berbuat baik, karena mereka tidak melakukan perbuatan buruk yang kedua dengan sebab sikap memaafkan dan tidak membalas perbuatan mereka yang pertama.
Sikap memberikan maaf inilah yang dicontohkan Rasulullah SAW. Sebagaimana telah diriwayatkan, ketika beliau diludahi oleh salah seorang kafir setiap kali melewati suatu jalan. Hingga suatu saat ketika orang kafir tersebut sakit, Rasul menjenguknya. Seketika itu juga orang kafir tersebut merasa kagum dan takjub terhadap sikap terpuji yang dilakukan oleh Rasulullah, hingga mendorong dia mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan Rasulullah.
Dari kisah di atas, jika Rasulullah menginginkan membalas perbuatan orang kafir tersebut mudah saja dilakukan, tetapi hal itu tidak dilakukannya, namun justru memaafkannya. Bahkan lebih dari itu, beliau juga membalas dengan perbuatan yang baik. Sehingga membuat orang kafir tersebut tersentuh dan tergerak untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik juga.
Tercatat juga dalam tinta emas sejarah Islam, di saat banyak orang kafir Makkah berusaha mencelakakan dan menyakiti beliau karena agama yang disebarkannya, maka Rasulullah beralih pergi ke kota Thaif untuk berdakwah di sana dengan harapan penduduk kota tersebut beriman kepada agama yang dibawanya. Namun tatkala sampai di kota Thaif, bukanlah sambutan hangat atas dakwahnya, tetapi justru lemparan-lemparan batu yang membuat darah suci dari insan termulia ini mengucur membasahi sampai kakinya. Sementara itu terjadi, malaikat Jibril datang menawarkan kepada Nabi agar memerintahkan kepadanya untuk mengadzab mereka, namun beliau menolak dan justru mendoakan penduduk Thaif agar mendapat petunjuk, dengan doa yang masih tetap melegenda sampai sekarang.
اللهم اهد قومي فإنهم لا يعلمون
Artinya: Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengerti.
Inilah contoh sikap yang diajarkan dalam ajaran Islam, bahkan Allah SWT juga memuji hamba-Nya yang memiliki sifat demikian. Sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-Furqan ayat 63.
وعباد الرحمن الذين يمشون على الأرض هونا واذا خاطبهم الجاهلون قالوا سلما
Artinya: Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.
Dengan demikian, segala bentuk kekerasan yang dilakukan, walaupun dengan dalih membela harga diri, jelaslah bukan merupakan cara yang benar. Ketika orang lain melakukan kesalahan dan dibalas dengan kesalahan, maka tidak ada beda diantara keduanya, dan tentunya cara demikian bukanlah ajaran Islam dan sangat dibenci oleh Allah SWT. Sebagaiman sabda Nabi.
ابغض الرجال الى الله الألد الخصم
Artinya: Laki-laki yang paling dibenci oleh Allah adalah laki-laki yang keras. (HR. Bukhari Muslim)
والله اعلم بالصواب
* Ketua Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Manding
Editor: Firdausi