Perang Nuklir Berakhir! Bagaimana Perang Dunia Maya?

0
68

Para sosiolog Amerika Serikat (AS) membagi manusia yang akan berperan dalam melanjutkan kehidupan di dunia ini. Diantaranya adalah Generasi Era Depresi, Generasi Perang Dunia II, Generasi Pasca-PD II, Generasi Baby Boomer I, Generasi Baby Boomer II, Generasi X, Generasi Y alias Milenial, lalu Generasi Z yang saat ini telah menjadi target bagi derasnya globalisasi. Gen Z lah yang akan berkiprah dalam perkembangan zaman. Mereka memiliki peluang dan kesempatan untuk berperan semakin maju dan berkembang untuk menggunakan teknologi yang kini menggurita hingga ke pelosok desa dan kepulauan kecil.

Perkembangan teknologi memiliki kontribusi besar bagi perkembangan masyarakat. Interaksi sosial antarindividu kini semakin instan dan mudah. Artinya, alat komunikasi kekinian lumrah dipakai oleh banyak kalangan, termasuk anak-anak.

Pengaruh intervensi digitalisasi terhadap perkembangan masyarakat memiliki peran besar. Pasalnya setiap kali berinteraksi antarsatu sama lain, tidak lepas dari media komunikasi. Kemudahan dan kecepatan akses internet menjadi bibit candu bagi masyarakat. Kemudahan dan kecepatan adalah suatu hal yang sangat dinanti-nantikan oleh masyarakat.

Fenomena di masa kini, sebenarnya telah diimplementasikan oleh para ilmuan pendahulu untuk dicita-citakan dan dicapai pada masa silam. Dari sekian banyak ide dan gagasan serta uji coba yang telah dilakukan, tergetpun telah tercapai sesuai harapan. Menurut Yuval Noah Harari, yang menjadi tantangan besar di Abad Pertengahan adalah kelaparan, wabah penyakit, dan peperangan. Jika diibaratkan dengan politisi, yang menjadi agenda pertama adalah cara untuk mepengaruhi orang banyak sehingga menjadi pemimpin, atau cara menghindar kejaran anjing.

Artinya, sentralisasi kemelaratan harus ditanggung oleh manusia menjadi cita-cita yang harus diselesaikan. Namun apalah daya, banyak pemikir menyimpulkan bahwa, ini adalah garis tulisan kosmis tuhan atau dengan anggapan dunia kita masih belum sempurna, dan sampai kapanpun orang-orang akan dilanda oleh kelaparan, wabah dan kekerasan. Pada saat itu, dalam jangka waktu dekat, manusia telah menemukan berbagai macam cara untuk mengatasinya.

Dalam dekade terakhir, mereka telah menemukan solusi untuk menghindari dan telah berhasil mengatasi kelaparan, wabah dan peperangan. Kendati tidak sepenuhnya, penderitaan itu hilang dan tidak menghampiri manusia. Semuanya telah tertransformasi dengan kemampuan dan kekuatan alam yang tak dapat dipahami dan dikendalikan.

Kenyataan tersebut dibuktikan di akhir pekan ini bahwa lebih banyak orang mati kekenyangan daripada orang mati kelaparan, lebih banyak orang mati usia tua daripada orang mati akibat wabah penyakit menular, dan lebih banyak orang mati bunuh diri daripada orang mati dibunuh orang lain, teroris, tentara atau penjahat yang merajalela. Sehingga manusia telah membuka cakrawala baru dan membuka mata untuk melihat keberhasilan dalam mengatasi problem kehidupan.

Arus informasi

Perkembangan zaman yang semakin hari tidak ada batasan untuk mengekspresikan diri, menunjukan potensi diri kepada publik, dan tidak ada batasan untuk memberikan ragam informasi yang dikehendaki. Sehingga ketika dilihat dari sisi negatif, ada banyak kebohongan yang meraja lela, ada banyak pemberitaan yang tidak sesuai dengan fakta, bahkan berakibat fatal terhadap orang lain.

Menghadapi kecepatan informasi hari ini menjadi titik sentralisasi yang seharusnya benar-benar diperhatikan dan mepertahankan diri dari segala macam persoalan. Sehingga tidak ubahnya peperangan masa dulu masih berlaku di dalam kehidupan ini. Kecepatan informasi menjadi alat peperangan, sebagaimana dilansir dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Rudiantara mengatakan, kemajuan zaman dan teknologi, peperangan tidak hanya mengandalkan rudal, melainkan peperangan di dunia maya.

Seluruh negara mewaspadainya, karena tidak hanya mariam dan kapal, melainkan menggunakan internet. “Coba lihat berapa hacking yang sudah terjadi. Berapa situs pemerintah yang di-hack, itu yang harus kita jaga. Kalau untuk kepentingan nasional kita harus berani, harus punya affirmative action,” ujar Rudiantara.

Selain itu, kita ambil contoh Perang Dunia II antara Rusia dan Ukraina. Banyak platform yang menyajikan konten video sehingga memicu gesekan atau berpotensi dari warga net. Perang yang berkecamuk, terkadang diubggah di kanal Youtube. Tersedianya kolom komentar dijadikan media oleh Netizen untuk menyampaikan uneg-unegnya.

Perkembangan media dan fitur teknologi tidak bisa dilepaskan dari kemudahan yang membuka ruang bebas untuk membagikan informasi visual, vidio atau audio yang kemungkinan besar itu peristiwa di dunia digital. Tentunya meliliki pengaruh besar untuk membangun atau merusak pengetahuan terhadap kolektif masyarakat. Untuk sementara waktu belum kita rasakan konsekuensi yang akan timbul pada masyarakat. Karena pada kenyataannya itu merupakan peperangan yang berbasis internet.

Oleh karena itu bagi pemuda yang akan melanjutkan roda kehidupan, agar stabilitas dan kesejahteraan sosial tetap terealisasi seperti pada mulanya, yang harus ditingkatkan adalah literasi digital dan teknologi sebagai bahan refrensi agar tidak asal percaya terhadap informasi dan mengambil kesimpulan secara dangkal yang hanya mengambil dari satu sumber saja.

*Suhal, Pengurus Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Asy’ariyah STIDAR Ganding


Editor: Firdausi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini