MERENUNG TAK BERUJUNG
– untuk DM
di dalam gerbong kereta ini sepi
tak ada penumpangmu selain aku
serupa rumah. Sunyi tanpa penghuni
kau pun tak kunjung mengisi ruang hati
di dalam gerbong kereta ini sepi
gerimis menyemai pengelanaanku
rintiknya menggaris di jendela sore
serupa cakaran kilat berkelebat
dari stasiun yang telah kulewati
lengking peluit terdengar lantang. Tajam
menusuk pergi belah keberangkatan
aku pun mendekam tak ke mana-mana
angan ikuti rel kepasrahan bumi
tubuh debu dibawa angin cintamu
Tasikmalaya, 2021.
MENELAAH DALAM DIAM
kumukimkan diriku di kota ini
setelah berkelana dari timurmu
rantauku jauh datang menyambangimu
itu gedung tak pernah mencakar langit
siang bergulir pelan menjadi malam
serupa tangan menarik selimutmu
pasca mendengar rangkaian kebisingan
di sela tagihan nasib cita-cita
kendaraan saling adu kecepatan
suaranya memecahkan keheningan
serupa kucing bertengkar di halaman
tak pernah rehat akan pendatang
aku menelaah dalam diam termangu
di sela keterasinganku yang singgah
Jakarta, 2021.
DALAM BAHASA YANG LAIN
–untuk DM
dalam bahasa yang lain kuartikan
agar kau paham isi tiap sajakku
serupa melihat lukisan di ruang
warna sebagai jembatan untuk mata
dan di atas meja kertasku menumpuk
ungkapan telah merangkai tiap hari
kalbu dan tanganku selalu mengadu
serupa doa. Tumpah di tengah malam
meski karyaku ini lewat kaubaca
kesetiaan bagai pelapak sepi
di jalan menanti pembeli yang nafkah
pencarian serupa darah mengalir
mengejar hal-hal yang dihalkan hal lain
langkahku mata angin dalam diriku
Tasikmalaya, 2021.
Sahaya Santayana lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, 12 Desember 1995, menulis sejak 2014 di Sanggar Sastra Tasik (SST). Sekarang menetap di Kota Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Puisinya banyak dimuat di beberapa media cetak dan online, serta antologi puisi bersama baik Nasional maupun Internasional. Facebook : Sahaya Santayana II | IG : @santay.saayana