Gapura, NU Online Sumenep
Sejarah mencatat bahwa kemerdekaan Indonesia diraih tidak lepas dari perjuangan gigih para kiai dan santri. Kala itu, semangat untuk mengusir penjajah terus digelorakan oleh para kiai. Semua unsur perbedaan, baik suku, ras maupun agama mampu disatukan, hingga nasib baik menjumpai bangsa ini.
Oleh karena itu, menurut Katib Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep, Kiai Bahrul Widad, nikmat kemerdekaan yang diraih oleh segenap bangsa Indonesia perlu disyukuri. Negeri dengan segenap kekayaan alamnya yang melimpah, telah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
“Nikmat kemerdekaan ini perlu kita syukuri. Meski kita tidak ikut berjuang, setidaknya perlu kita renungi secara mendalam, bahwa nikmat kemerdekaan ini sangat luar biasa,” ungkapnya kepada NU Online Sumenep, Jum’at, (6/8/2022).
Meski begitu, lanjut Kiai Bahrul, faktanya justru banyak yang merasakan nikmat kemerdekaan hanyalah nikmat biasa saja. Padahal, jika direnungi secara mendalam, nikmat kemerdekaan sangat luar biasa. Hal itulah yang ditunjukkan oleh para kiai di pesantren.
“Banyak diantara kita yang merasa bahwa kemerdekaan adalah nikmat biasa saja. Padahal kemerdekaan adalah nikmat yang luar biasa. Sampai-sampai para Kiai dulu mensejajarkan nikmat kemerdekaan dengan nikmat iman dan Islam,” tambahnya.
Nikmat kemerdekaan dengan nikmat iman dan Islam adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pandangan tersebut cukup berasalan. Umat Islam di Indonesia bisa dengan bebas menjalankan ibadah sebaik mungkin. Landasan kehidupan berbangsa dan bernegara yang termaktub dalam Pancasila adalah perwujudan daripada kemerdekaan itu sendiri.
Disampaikan Kiai Bahrul, sapaan akrabnya, bahwa nikmat kemerdekaan ini selalu ditanamkan kepada santri oleh para kiai di pesantren. Salah satunya Kiai Abdul Adzim Sidogiri yang setiap kali hendak mengajar selalu membuka dengan ungkapan rasa syukur atas kemerdekaan Indonesia.
الحمد لله على نعمة الإيمان والاسلام وعلى الحرية
Alhamdulillah, atas nikmat iman dan Islam, dan atas kebebasan.
“Sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat Iman, Islam dan kebebasan. Tentu kebebasan dalam perspektif kemerdekaan. Terbebas dari belenggu penjajah. Inilah contoh daripada peran serta para kiai kita dalam mensyukuri nikmat kemerdekaan ,” terangnya.
Kondisi tersebut, lanjut Kiai Bahrul, berbanding terbalik dengan kehidupan di luar negeri. Bila di Indonesia aktivitas keagamaan berjalan dengan baik dan tentram, di beberapa negara luar justru sebaliknya.
Kiai Bahrul menceritakan, bahwa di India dan Pakistan nyaris setiap waktu peperangan dan pertumpahan darah terjadi. Umat Islam dengan Hindu di daerah tersebut sering berselisih dan saling sinis satu sama lain.
“Makanya, bagi yang tidak pernah merasakan hidup di luar negeri, kemerdekaan Indonesia ini terasa biasa-biasa saja. Tapi bagi yang merasakan hidup di luar negeri, yang setiap saat menyaksikan konflik di sana-sini, sungguh hidup aman di Indonesia adalah nikmat yang luar biasa,” ungkapnya.
Kini, di usia yang ke-77 tahun, Indonesia mampu mempertahankan kemerdekaan tersebut. Karena itu, Kiai Bahrul mengajak untuk bersama-sama memberikan kontribusi terbaik dalam membangun peradaban bangsa.
“Peradaban bangsa ini perlu kita bangun. Agar Indonesia menjadi negara yang tetap harmoni dengan agama. Termasuk agama Islam yang dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia,” pungkasnya.
Editor: A. Habiburrahman

