Syaikh Siti Jenar dan Suluk Malang Sungsang

0
121

Nilai-nilai sufistik yang ada dalam Novel sejarah menarik untuk diceritakan kepada khalayak. Hal ini tentu saja harus mendapat perhatian karena nilai-nilai sufistik sangat baik bagi pembaca apalagi manusia hari ini sudah berada dalam kehidupan dunia yang mulai fana. Segala sikap duniawi sudah sangat mempengaruhi manusia kekinian dari materialisme hingga hedonisme.

Cerita yang dikemas dalam bentuk sejarah barangkali sangat jarang kita temukan apalagi berkenaan dengan hal-hal yang mengandung nilai-nilai sufistik. Dalam novel yang ditulis oleh Agus Sunyoto ini berusaha untuk meramu cerita-cerita tentang dunia sufistik dari segi perjalanan yang ditempuh seorang sufi menuju tuhan dan sikap bijaksananya dalam menghadapi persoalan. Cerita-cerita di dalamnya dikaitkan dengan kehidupan dunia dan segala  yang melingkupinya.

Novel ini terdiri dari beberapa subtema yang berkaitan dengan cerita para sufi dan sikap bijaksananya dalam menempuh jalan menuju kepada tuhan-Nya. Dalam  buku ini, muncul beberapa hikmah yang sangat berguna bagi pembaca. Salah satunya terdapat pada subtema pertama tentang kesadaran burung. Kesadaran burung adalah kesadaran yang diperoleh seorang penempuh (salik) selama tahap-tahap perjalanan ruhani melampaui kedudukan (maqamat) menuju kesatuan (tauhid) (hlm. 11).

Analogi menarik yang terdapat dalam novel ini tentang “kesadaran burung” adalah ketika salah satu permasalahan hamba dan tingkatannya menuju tuhan dibagi dalam kesadaran burung beo, rajawali, gagak, merak, pipit dan lainnya. Misalnya, kesadaran burung merak yang tanpa mampu terbang tinggi dan jauh: itulah kesadaran yang cenderung membusungkan dada dan membentangkan bulu-bulu untuk memamerkan keindahan citra dirinya sebagai yang terbaik dan terindah di antara segala burung (hlm. 12) atau tentang kesadaran burung beo yang cenderung bangga dan berpuas diri bisa berkata-kata menirukan kata-kata orang bijak tanpa tahu maknanya (hlm.13).

Tokoh yang digambarkan paling bijak dalam menghadapi persoalan adalah Abdul Jalil. Salah satu kata hikmahnya dalam buku ini, “bagiku semua makhluk memiliki jiwa, apakah mereka yang bergerak atau tidak (hal. 94)”. Kemudian dilanjutkan dengan sikap bijaksananya mengungkapkan kata-kata. “tidak kurang diantara manusia itu saling bunuh akibat cinta berlebihan terhadap benda yang tak bergerak tersebut (hal. 95)”. Nuansa sufistik sangat tampak di dalam buku ini.

Dalam buku ini, banyak sekali percakapan yang terjadi sehingga memperkaya pesan yang akan disampaikan kepada pembaca. Dalam subtema hidayah al-hadi misalnya diterangkan,”manusia yang beroleh pancaran hidayah segala tindakan yang dilakukan selalu dibimbing oleh akal yang diterangi burhan dan dipancari cahaya mata batin (ain bashirah) (hal. 280)”.

Tidak hanya itu, salah satu cerita menarik Abdul Jalil adalah ketika berhasil mengislamkan Fransisco Barbosa, seorang pelaut dan panglima dari Spanyol sehingga muncul suatu ungkapan bermakna dan puitis di dalam percakapan ini dengan Barbosa di buku, “aku tahu, engkau mencurigai kejujuranku. Itu tidak salah, karena kita memang sekali ini bertemu. Tetapi, kalau boleh aku menerka, jiwamu saat ini sedang kacau seperti lautan diaduk gelombang dahsyat. Jiwamu diaduk ombak kegundahan akibat terluka oleh peritiwa yang bertentangan dengan nuranimu (hal. 285)”. Kata-kata yang sungguh menggugah dan mendebarkan jantung dan hati nurani.        

Salah satu kekurangan yang terdapat dalam buku ini adalah banyaknya tokoh yang muncul dalam ceritanya sehingga menimbulkan kebingungan kepada pembaca. Pembaca seakan mengalami kerancuan untuk menangkap alur cerita yang disuguhkannya. Tetapi, meskipun ada beberapa tokoh yang muncul di dalamnya, novel ini tetap memberikan kesan mendalam kepada pembaca dengan mantra makna lewat kata-kata di dalamnya.

Judul               : Syaikh Siti Jenar (Suluk Malang Sungsang)
Penulis             : Agus Sunyoto  
Penerbit          : Mizan Pustaka
Cetakan           : I, Agustus 2017
Tebal               : 320 halaman
ISBN                : 978-602-4410322
Presensi           : Abdul Warits

*Abdul Warits, Mahasiswa Pascasarjana Instika Studi Kepesantrenan, Guluk-guluk, Sumenep Madura.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini