Oleh: Lukmanul Hakim
Santri pondok pesantren, generasi yang terkurung dalam jeruji penjara suci. Didikan dalam wadah pesantren dengan konotasi jauh dari kata keren. Seringkali mendapatkan gunjingan bahkan dianggap remeh atau anak buangan yang sudah menjadi santapan sehari-hari dalam mengalami ujian kehidupan. Berlaku sopan, malah dikira kurang pergaulan. Terlalu baik, ibarat sok asik. Memberi petuah, malah dikira sedang ceramah. Ya, seperti itu lah anggapan banyak orang yang tak mengenyam pendidikan di pesantren.
Pada dasarnya, menjadi santri merupakan suatu pilihan. Di mana mereka berkeinginan menambah ketaqwaan kepada Tuhan tak lupa guna menambah ilmu untuk mengarungi dunia yang kian semu. Ini pilihan yang mereka ambil, bukanlah kepasrahan akan takdir. Jalan masuk ke pesantren tidaklah semudah yang ada dalam bayangan banyak orang. Para santri menjalani banyak tes, mulai dari tes pengetahuan umum, tes pengetahuan keagamaan, tes baca tulis Al-Qur’an, dan lain sebagainya.
Banyaknya tes yang mereka jalani bukanlah sekedar ilusi. Maka, seseorang yang beranggapan jika santri adalah sosok buangan merupakan pengertian klasik yang tidak dengan bukti fisik. Mereka hanya mampu menyuarakan tanpa melihat bagaimana keadaan. Mereka hanya berpacu pada berita semata, tanpa melihat realitanya. Lantas, seperti apakah dunia pesantren sesungguhnya?
Santri Kreatif Membangun Negeri Inovatif
Santri itu kreatif, santri itu inovatif, serta santri pondok itu hebat dan bermartabat, dan itu yang terlintas di pikiran penulis mengenai dunia pesantren. Mereka mendapat pendidikan di alam terbuka, agar tak terkungkung jiwa. Belajar dengan hidup sederhana agar tak terlena akan dunia. Tak lupa memperkuat mental, agar tak terjerumus dalam pedihnya maksiat.
Sebagai seseorang yang pernah nyantri di pesantren, dapat penulis simpulkan jika santri buangan bukanlah makna yang tepat untuk santri. Menjadi santri bagi penulis adalah idaman. Mereka belajar ilmu dunia agar tak terlena dan belajar ilmu akhirat agar tak tersesat.
Di sini, penulis akan berkaca pada sebuah pondok pesantren yang pernah disinggahi penulis, yaitu Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep. Mengapa penulis memilih pesantren ini?
Pondok Pesantren Annuqayah, begitulah orang menyebutnya, merupakan salah satu pesantren tertua di Kabupaten Sumenep. Dalam sistem pengajarannya, Pondok Pesantren Annuqayah tidak berpacu pada ilmu agama dan ilmu umum saja, namun juga bagaimana cara mengajarkan ilmu tersebut. Karena sejatinya ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah.
Walaupun berada di daerah pedesaan, santri-santri pondok pesantren sangatlah beragam. Mulai dari daerah Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Jakarta yang memilih mengenyam pendidikan di pesantren ini.
Cara Unik dan Jitu Belajar di Pondok Pesantren
Cara pengajaran pondok ini pun relatif berbeda dari pesantren lainnya. Jika pesantren lain hanya mengandalkan dakwah secara lisan, maka pesantren ini memiliki cara berbeda. Selain berdakwah secara lisan, Pondok Pesantren Annuqayah juga berdakwah dengan memanfaatkan media, mulai dari nasyid, film pendek, majalah, dan lain sebagainya. Sangat kreatif bukan?
Berbicara mengenai kreatifitas seorang santri, tentu tiada batasnya. Selain pemandangannya yang terkesan indah, ide santri Annuqayah juga sangat piawai dalam memanfaatkan media, terlebih YouTube dengan nama channel Annuqayah TV. Mereka melakukan dakwah melalui lagu-lagu Islami, film pendek, dan lain sebagainya.
Santri Ideal Idaman Banyak Orang
Santri milenial. Ya, itulah anggapan yang cocok untuk santri masa kini. Mereka berdakwah tidak monoton dengan ceramah di masjid, sekolah, maupun lembaga pendidikan lainnya. Mereka juga mengikuti perkembangan zaman agar tak terkesan tertinggal oleh peradaban dengan pemanfaatan media dakwah melalui lagu-lagu islami seperti yang penulis sebutkan di atas merupakan kontribusi nyata santri dalam membangun negeri.
Bagi penulis, menjadi seorang santri adalah idaman. Selain mempelajari ilmu dunia, mereka juga mempelajari ilmu akhirat sebagai bekal menjalani kehidupan. Mengingat jika dunia ini penuh dengan maksiat sehingga seringkali membuat tersesat. Namun, santri Insyaallah mampu menangkal itu semua.
Terlihat dari fisik dan juga pola pikir seorang santri, mereka sangatlah idaman. Wajahnya yang berseri-seri karena kuatnya iman yang mereka miliki. Basuhan air wudhu membuat banyak orang halu. Outfit yang jauh dari kekinian, namun malah menggoda iman. Ya, baju koko dan gamis membuat mereka terkesan manis. Sarung dan peci yang mereka gunakan pun mampu meluluhkan hati. Sungguh indah ciptaan-Mu Tuhan. Mari, sudahi stigma mengenai santri buangan. Pesantren sebagai tempat menimba ilmu merupakan sebuah pilihan. Jangan berkaca pada satu sisi saja, namun lihatlah pula realitanya. Faktanya santri masa kini mampu bersaing di era digitalisasi. Banggalah menjadi seorang santri yang berguna bagi negeri.
*) Mahasiswa Pascasarjana Instika Guluk-Guluk, Kepala Perpustakaan Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Guluk-Guluk, Dewan Redaksi Jurnal Pentas Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Guluk-Guluk, dan Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Lubangsa Guluk-Guluk Tahun 2014-2021.
Editor: Firdausi