Gapura, NU Online Sumenep
Seorang santri harus mengakui identitasnya. Kesempurnaan akan terasa jika seorang santri membutuhkan bimbingan para ulama. Jika tidak merasakan hal itu, santri kehilangan akalnya atau tidak menggunakan rasionya.
Pernyataan itu disampaikan oleh KH Hafidzi Syarbini di acara rapat Konsolidasi Syuriyah dan Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep di kediaman Kiai Muhammad Bahrul Widad, Gapura, Sabtu (24/09/2022).
“Sejak dulu santri membutuhkan arahan atau bimbingan ulama. Walaupun dinyatakan tamat dari pesantren, seorang santri selalu dekat dengan habaib dan ulama. Dari sinilah cikal bakal lahirnya Hari Santri Nasional (HSN),” ujar Rais Syuriyah PCNU Sumenep itu.
Alumni Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah ini mengutarakan pada anggota rapat, tak terasa NU sudah berumur 1 abad.
“Di usia ke 100 tahun ini, apakah tidak ada perubahan dalam berjam’iyah dan berjamaah? Ini peringatan bagi kita agar benar-benar profesional dalam berkhidmat,” ungkapnya.
Selain itu, Kiai Hafidzi menegaskan bahwa peringatan 1 Abad NU adalah Rahmat Allah yang wajib disyukuri oleh seluruh Nahdliyin, salah satunya HSN yang setiap tahun diperingati secara serentak di masing-masing Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) dan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) se-Sumenep.
“Kenapa HSN muncul? Agsr warga NU merasa sebagai santri meskipun tidak mondok,” tegasnya.
Dirinya berharap, peringatan HSN dan 1 Abad NU diberikan kelancaran dan kepanitiaan diberikan kekuatan, sehingga merasakan bahwa dirinya benar-benar seorang santri.
“Semoga kegiatan kita yang sebenar lagi akan di kick of, diberikan kelancaran oleh Allah dan kita diakui sebagai santrinya Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari,” tandasnya.
Editor: Ibnu Abbas