Oleh: Amrullah*
Apa yang sedang terjadi dalam diriku—pada hati, pikiran, dan tindakanku? Bagaimana seharusnya aku merawat dan menyembuhkan diriku agar mampu kembali kepada fitrah jiwa yang utuh, sebagaimana karakter sejati seorang mukmin?
Untuk menjawab pertanyaan ini, diperlukan perenungan mendalam terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang sarat dengan nilai penyembuhan. Allah, sebagai Pencipta manusia, Mahatahu akan kondisi dan dinamika jiwa hamba-Nya. Dalam kasih sayang-Nya, Dia menghendaki setiap insan berada di jalan yang lurus, di mana kesehatan mental, spiritual, dan emosional dapat terjaga dengan baik.
Berbekal pengalaman bertahun-tahun sebagai psikoterapis serta wawasan keislaman yang mendalam, Dr. Baroudi mengintegrasikan ilmu psikologi dengan nilai-nilai Al-Qur’an. Ia berhasil menafsirkan ayat-ayat ilahiyah sebagai sumber terapi yang aplikatif, menyentuh aspek kognitif dan afektif manusia, serta menawarkan pendekatan spiritual dalam proses penyembuhan diri.
Melalui pendekatan ini, terapi Qur’ani menawarkan jalan untuk: Mereduksi kealpaan, pesimisme, dan pola pikir negatif, Menangkal keputusasaan dan meningkatkan stabilitas emosional, Mengubah kebiasaan disfungsional serta membentuk perilaku adaptif, Mengelola relasi interpersonal yang toksik dan menyakitkan, Menyembuhkan dorongan balas dendam yang merusak jiwa, Mengatasi luka batin akibat perpisahan dan kehilangan, Meregulasi rasa bersalah serta mengelola perasaan rendah diri (insecure), Menghadapi tekanan sosial, termasuk rumor dan stres yang mengganggu tidur, Meningkatkan keterampilan komunikasi serta memperbaiki kualitas hubungan sosial.
Salah satu aspek penting dalam terapi spiritual Al-Qur’an adalah penguatan kesabaran sebagai respons terhadap tekanan hidup dan penderitaan. Dalam konteks psikologi modern, kesabaran dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk mempertahankan kendali diri dan kestabilan emosional dalam menghadapi kekecewaan, kesulitan, maupun penderitaan yang berkepanjangan. Kesabaran tidak hanya mencerminkan daya tahan mental, tetapi juga mengindikasikan ketahanan emosional yang sehat.
Dalam Al-Qur’an, konsep sabar (ṣabr) mendapat perhatian yang sangat besar. Istilah ini disebutkan sebanyak 103 kali dalam berbagai bentuk derivasi, menandakan urgensinya dalam pembentukan karakter spiritual seorang mukmin. Di antaranya, 41 kali disebutkan dalam bentuk yang beragam, menunjukkan bahwa sabar memiliki banyak dimensi dan konteks penerapan.
Salah satu bentuk penguatan kolektif kesabaran dijelaskan dalam Surah Al-‘Ashr ayat 3, melalui frasa: “wa tawāṣaw bi al-ḥaqqi wa tawāṣaw bi al-ṣabr” yang berarti “dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.” Ayat ini menekankan pentingnya sabar sebagai nilai sosial yang ditransformasikan dalam komunitas, bukan hanya sebagai praktik individu.
Lebih lanjut, Surah Al-Baqarah ayat 177 menyajikan kesabaran dalam tiga konteks utama penderitaan: 1). Sabar dalam kesulitan ekonomi (al-ba’sā’): Mengacu pada kondisi kemelaratan atau kemiskinan yang menuntut daya tahan secara finansial dan emosional. 2). Sabar dalam penderitaan fisik (al-ḍarrā’): Menunjukkan bentuk ketabahan saat menghadapi penyakit, gangguan kesehatan, atau kondisi fisik yang melemahkan. 3). Sabar dalam kondisi konfrontatif (ḥīn al-ba’s): Yaitu ketika berhadapan dengan musuh, baik dalam konteks fisik seperti peperangan, maupun dalam bentuk musuh non-fisik seperti tekanan psikologis, intimidasi, atau konflik batin.
Ketiga bentuk ini menggambarkan bahwa sabar adalah suatu respon multidimensi terhadap tantangan hidup yang melibatkan aspek fisik, emosional, sosial, dan spiritual. Dalam konteks modern, konsep ini relevan untuk menangani stres, trauma, penyakit kronis, hingga relasi sosial yang penuh tekanan.
Dalam perspektif psikospiritual, kesabaran memiliki hubungan yang erat dengan keimanan. Kesabaran tidak hanya dipandang sebagai sikap pasif menerima keadaan, melainkan sebagai bentuk aktif dari keteguhan hati dan pengendalian diri dalam menghadapi berbagai rintangan kehidupan. Dalam konteks ini, kesabaran menjadi instrumen penting dalam menemukan solusi terhadap permasalahan hidup, serta sebagai jalan untuk membangun resiliensi psikologis yang kuat.
Namun, kesabaran tidak serta-merta muncul secara instan. Ia perlu dilatih secara berkelanjutan melalui proses perenungan, evaluasi diri, dan penguatan nilai-nilai spiritual. Hal ini sejalan dengan tafsir reflektif terhadap Surah Al-Balad, yang menggambarkan kehidupan sebagai jalan terjal (‘aqabah) yang harus dilalui dengan perjuangan dan tekad yang tinggi.
Para ahli tafsir menggarisbawahi bahwa menumbuhkan kesabaran membutuhkan fondasi keimanan yang kokoh kepada Allah Swt. Hanya dengan keyakinan mendalam terhadap hikmah dan ketentuan-Nya, seorang hamba mampu menghadapi ujian hidup dengan tenang dan bijaksana.
Dalam realitas kehidupan, tidak ada satu pun manusia yang terbebas dari masalah. Setiap individu diuji dengan bentuk ujian yang berbeda-beda. Namun, secara spiritual, kebahagiaan dunia dibagi secara adil oleh Allah. Keadilan ini bukan berarti semua orang mendapatkan hal yang sama, melainkan bahwa setiap orang diberikan kelebihan dan kekurangan secara proporsional.
Sebagai contoh, seseorang yang diberi kelimpahan harta dan kesehatan mungkin diuji dengan ketidakhadiran keturunan. Sebaliknya, orang yang memiliki anak dan tubuh yang sehat bisa saja diuji dengan keterbatasan ekonomi. Dalam hal ini, kesabaran dan keimanan menjadi kunci untuk menerima dan menyikapi takdir dengan sikap positif, sekaligus sebagai cara untuk mengelola stres, iri hati, dan ketidakpuasan hidup.
Dalam buku ini, penulis menyajikan spektrum ayat-ayat Al-Qur’an sebagai sumber terapi psikospiritual yang mencakup berbagai aspek kehidupan emosional, kognitif, dan sosial. Setiap kelompok ayat dikaji secara reflektif untuk menjadi sarana penyembuhan dan penguatan mental, yang dapat diaplikasikan dalam menghadapi tantangan keseharian.
Di antara tema-tema utama yang diangkat, berikut adalah beberapa fokus terapeutik yang dibahas: Ayat-ayat untuk Mereduksi Pesimisme dan Pola Pikir Negatif, Ayat-ayat yang Menyembuhkan Gejala Post-Power Syndrome, Ayat-ayat sebagai Intervensi terhadap Depresi, Ayat-ayat yang Menekankan Terapi Ekspresif melalui Penulisan (Writing Therapy), Ayat-ayat yang Membantu Mengatasi Kelupaan dan Gangguan Konsentrasi, Ayat-ayat yang Mendorong Transformasi Kebiasaan Negatif. Dan lainnya.
Selain itu, Al-Qur’an juga mengajarkan cara mengelola rasa takut, kecemasan, dan depresi; menghindari ketergantungan terhadap pujian dan efek pascakekuasaan (post-power syndrome); serta menumbuhkan kesabaran, kebahagiaan, dan ketenangan batin.
Dengan kata lain, Al-Qur’an tidak hanya menjadi petunjuk spiritual, tetapi juga menjadi fondasi terapi psikologis yang efektif untuk membentuk kepribadian yang tangguh, sehat secara mental, dan tenang secara spiritual.
Identitas Buku
Judul : Quranic Self-Healing Psikoterapi Qurani untuk Menyembuhkan Diri Sendiri
Penulis : Dujana Baroudi
Penerbit : Qaf
Cetakan : Februari 2025
Tebal : 300 halaman; Bookpaper
Dimensi : 13 x 20,5 cm
Sampul : SoftCover
ISBN : 978-623-10-6555-1
*Amrullah, Gapura.

