Kota, NU Online Sumenep
Belakangan ini kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) marak terjadi di Kabupaten Sumenep. Setidaknya, dalam satu bulan terakhir, ada tiga kasus yang terjadi. Hal demikian dinilai kontras dengan kultur masyarakat Sumenep yang dikenal santun dan berbudaya.
Di antara tiga kasus itu, dua di antaranya—menurut pengakuan pelaku—karena motif urusan intim sampai tega merenggut nyawa istrinya. Kemudian yang terakhir seorang suami yang dalam pengaruh narkoba tega membacok istrinya hingga tewas.
Ironi kasus KDRT ini pun mendapat atensi dari Ketua PC Fatayat NU Sumenep, Ny Dina Kamilia Muafi. Ia mendesak agar pelaku yang telah tega berbuat kejahatan kepada istrinya ditindak dengan tegas.
Sebelumnya, Lembaga Konsultasi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (LKP3A) Fatayat NU Sumenep juga mengeluarkan meme dan video tentang kecaman terhadap pelaku KDRT. Sebab meninggalnya NS, sebagai korban KDRT oleh suaminya sendiri AR, terbukti secara valid berdasarkan hasil autopsi meninggal karena dianiaya.
Ia menuntut pihak berwenang menginvestigasi kasus ini secara berkeadilan. Selain pengakuan pihak pelaku bahwa korban dianiaya karena sering menolak ajakan suaminya untuk berhubungan badan, hendaknya pihak kepolisian juga menelusuri lebih lanjut dan mendalam fakta-fakta yang mungkin lebih akurat dari pada yang disampaikan pelaku sebagai alibi kejahatannya.
Dengan mengivestigasi keluarga dekat korban, sahabat dekat korban, tetangga dekat korban atau bahkan memeriksa android korban, bisa jadi akan ditemukan fakta-fakta yang lebih urgen dari alibi yang sudah disampaikan.
“Kejahatan dalam bentuk KDRT tidak bisa dibiarkan. Ke depan, jangan sampai ada korban KDRT lagi dengan alasan apapun. Ada mulut yang dapat dipakai untuk mengatakan apapun sehingga tak perlu memakai tangan dan kaki main kasar dengan memukul dan menganiaya istri yang seharusnya dilindungi dengan penuh kasih sayang oleh seorang suami,” tegasnya.
Ketua PC Fatayat NU Sumenep juga menegaskan bahwa kasus KDRT yang menyebabkan korban jiwa ini tidak bisa diabaikan. Menurutnya, perempuan selalu menjadi pihak yang dipersalahkan dan dilemahkan dalam beberapa kasus KDRT maupun kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi.
”Masyarakat harus memiliki kesadaran dan melakukan penyadaran bersama-sama untuk menegakkan keadilan. Selain menghukum pelaku seberat-beratnya, harus ada upaya dari semua elemen masyarakat agar kasus ini tidak terus berulang,” tambahnya.
“Speak up atau bercerita pada orang yang tepat saat mengalami KDRT bukanlah mengumbar aib rumah tangga. Upaya perlindungan terkadang bisa didapatkan melalui jalan bercerita pada orang yang tepat.” Kata alumni Fakultas Teknik ini.
Ia pun mengintruksikan kepada seluruh jajaran kepengurusan Fatayat NU di tinigkat kecamatan untuk lantang menyuarakan keadilan untuk kotban KDRT tersebut.
“Apapun alasannya, KDRT adalah sebuah kejahatan. Tidak bisa dibiarkan. Tidak boleh terus diulang dengan pelaku dan korban lain,” terangnya.
Ketegasan hukum dan upaya perlindungan oleh masyarakat, menurutnya, sangat perlu ditunjukkan dengan memahami bahwa kasus kekerasan adalah semata kekerasan, bukan hal lainnya. Tidak boleh sampai ada permakluman dengan alasan apapun terhadap pelaku.
”Sebab, alasan hanyalah alasan, bisa dicari dan dibentuk untuk meringankan pelaku. Sedangkan KDRT tetap harus kita pahami sebagai sebuah tindak kejahatan yang harus diganjar sesuai hukum yang berlaku,” tandasnya.
Editor: Ibnu Abbas