KH Abdullah Sajjad seorang pejuang, ulama, pemikir, pendidik yang konsisten mengajar di masa penjajahan, serta pahlawan kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang wafat di lapangan Kemisan Guluk-Guluk pada 03 Desember 1947 saat Agresi Militer Ke-2 Belanda. Jenazah dikebumikan di kompleks pemakaman Kusuma Bangsa (Kuba) Annuqayah Guluk-Guluk.
Pernyataan ini disampaikan oleh Kiai M Faizi pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah daerah Al-Furqan Sabajarin Guluk-Guluk dalam akun facebooknya, Selasa (16/08/2022) jam 14.00 WIB.
Salah satu karya yang terselamatkan adalah Mandzumatu Masail yang kemudian di syarah oleh KH Abd Basith Abdullah Sajjad dalam bentuk kitab Idhohul Afadil fi Syarhi Madzumatu Masail.
Dijelaskan pula, lukisan KH Abdullah Sajjad yang diketahui oleh dzurriyah, alumni, masyarakat, dan khalayak luas adalah karya KH M Khazin Ilyas atau keponakan Kiai Sajjad.
Secara genealogis, Kiai Sajjad perpaduan Kudus, Jawa Tengah dengan Sumenep. Ayahnya seorang ulama pendatang dari Kudus, yakni Kiai M Syarqawi bin R Sudikromo bin R Mertowijoyo bin R Tirtokusumo bin R Aya Kering bin R Arya Penyangkringan bin P Kebiji Dipokusumo bin P Krapyak Yudhobongso bin Panembahan Kaliku bin Panembahan Pakaos bin R Jakfar Shodiq/Sunan Kudus. Sedangkan ibunya bernama Ny Mariyah, Putri Kiai Idris Patapan Guluk-Guluk atau saudara kandung KH Ahmad Khatib pendiri Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan.
Wafatnya Sang Syahid
Berdasarkan data, Kiai Sajjad pernah mengungsi ke Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur. Karena Sukorejo dianggap daerah suci oleh Belanda, sehingga tidak berani masuk ke daerah tersebut. Selain itu, di sana ada pamannya yang bernama KH Syamsul Arifin, pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo.
Secara nasab, istri Kiai Sajjad yakni Ny Shofiyah binti Munawar bin Ruham bin Ihsan adalah putra Kiai Munawar yang satu darah Kiai Syamsul Arifin. Adapun putra-putrinya Kiai Munawar adalah Ny Shofiyah, Ny Nafisyah, K Moh Ikhsan, Ny Mahmudah, K Moh Idris, K Moh Syarbini, Ny Khozaimah, K Dhofir (ayah KHR Ahmad Azaim Ibrahimiy).
Ketua Barisan Sabilillah itu wafat di tangan Belanda saat dijebak oleh taktik licik tentara loreng yang masih bercokol di daerah Kemisan Guluk-Guluk untuk mengendus keberadaan Kiai Sajjad. Untuk menangkap Kiai Sajjad, ia mengirimkan telik sandi di beberapa daerah, termasuk mengerahkan kaum pribumi yang kehormatannya bisa dibeli dengan uang ataupun jabatan.
Untuk mengetahui data-data tentang Kiai Sajjad dapat ditemukan dalam buku Intelektualisme Pesantren Seri Ke-3 (halaman 197) Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Keemasan Pesantren yang diterbitkan oleh Diva Pustaka 2003.