Oleh: Moh. Fathor Rois
Sebagian orang mungkin membandingkan puasa di Indonesia dengan di luar negeri, terutama yang menjadi pusat perhatian adalah Arab Saudi, karena negeri itu merupakan negeri kelahiran Islam. Untuk tahun ini, kebetulan Arab Saudi memulai puasa Ramadan 1445 H pada Senin, 11 Maret 2024, sedangkan Indonesia baru mulai puasa keesokan harinya, Selasa, 12 Maret 2024.
Dalam sebuah buku karangannya, seorang dai terkenal dulu mengkritik pemerintah Indonesia karena merayakan Idul Adha sehari setelah Arab Saudi. Dia mengemukakan alasan konyol, bukankah matahari terbit dari timur, dan Indonesia terletak jauh di timur Arab Saudi. Mestinya Indonesia lebaran lebih dulu.
Perbedaan antara Indonesia dan Arab Saudi dalam memulai puasa Ramadan, lebaran, dan puasa Arafah, atau lebih jelasnya, sering terlambat satu hari dari Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah dan Afrika, itu karena disebabkan oleh dua hal. Pertama faktor astronomi, dan kedua faktor regulasi.
Secara astronomis, ijtima’ akhir Sya’ban 1445 H terjadi serentak di seluruh dunia pada 10 Maret 2024 pukul 16.00 WIB, setara dengan pukul 12.00 waktu Arab Saudi. Ketika matahari terbenam di Indonesia bagian barat, misalnya Sumenep, pada pukul 17.40 WIB, di Arab Saudi waktu itu masih pukul 13.40. Pada saat ghurub itu, karena umur bulan baru 1 jam 40 menit, maka ketinggiannya di langit Sumenep tidak sampai 1°.
Sedangkan di Arab Saudi matahari terbenam pada pukul 18.28 waktu setempat, setara dengan pukul 22.28 WIB. Karena umur bulan pada saat itu sudah sekitar 6,5 jam, maka hilal sudah meninggi hampir 3°. Pantas kalau di sana hilal bisa terlihat. Apalagi di negara-negara Afrika yang terletak di barat Arab Saudi. Maka Arab Saudi memulai puasa Ramadan keesokan harinya, Senin, 11 Maret 2024 mulai pukul 05.12, yaitu waktu subuh di sana, sedang di Indonesia bagian barat sudah pukul 09.12 WIB.
Jadi, kalau Indonesia memulai puasa Ramadan pada 11 Maret dengan alasan ikut Arab Saudi, maka kenyataannya bukan ikut Arab Saudi, melainkan mendahului sekitar 5 jam (untuk Sumenep), karena Subuh di Sumenep masuk pada pukul 04.13 WIB.
Selain faktor astronomi, ada juga faktor regulasi setempat yang sangat mungkin berbeda. Indonesia sendiri menggunakan rukyatul hilal bil fi’li untuk menentukan masuknya bulan baru. Sedangkan untuk bisa dirukyat, hilal harus memenuhi syarat ketinggian 3° dan elongasi 6,4°. Kriteria ini hanya disepakati dan diberlakukan di empat negara, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura, karena keempat negara ini dianggap memiliki kondisi geografis dan udara yang sama. Sedangkan Arab Saudi dan negara-negara yang lain tentunya, sudah pasti memiliki regulasi sendiri-sendiri tentang hal ini.
Demikian sedikit ulasan tentang sebab-sebab terjadinya perbedaan waktu ibadah antara Indonesia dengan Arab Saudi. Semoga menjadi pencerahan bagi kita semua.
Wallahu a’lam.
*Ketua LFNU Sumenep